KKN DI DESA PENARI (2022)

 Assalamu'alaikum. Good day, good people...

Sampe kelar Lebaran eik tak post tulisan euy. Seru banget Lebaranku & keluarga tahun ini. Sebenernya tiap tahun seru krn ada aja petualangan baru & yg tidak kalah penting: setiap momen dinikmati. Tahun lalu Lebarannya di Semarang, bertigaan dengan suami & anak di hotel krn suami tugas di situ. Trus nganterin hampers untuk teman lama ortu, trus didatangi sodara2 suami dengan keluarganya masing2. Tahun ini diajak adik Lebaran bareng di Jakarta, happy2 bersama keluarga besar, jalan2 ke Taman Safari & Bandung, ditabok THR tebel. Alhamdulillah. Banyak rejeki untuk adik2 kami, Aamiin yg kenceng.

Kali ini petualangannya di Jakarta (Uda resmi bertugas di sini sejak Maret 2022). Nah, minggu lalu, anak gadis udah nyebut2 dua film yg pengen dia tonton sendirian: Doctor Strange In The Multiverse of Madness & KKN Di Desa Penari. Krn film kedua bergenre horor, nggak ku ijinin. Soalnya anak kami punya GERD, kuatir dia sesek pas lagi sendirian dalam bioskop. Jadilah dia nontonnya Doctor Strange saja. Baru beberapa hari lalu akhirnya emak bapaknya bisa nemenin dia nonton film KKN Di Desa Penari di XXI Kalibata Mall.

Nggak mudah ngedapetin tiket masuknya, kalo bahasa anak: "Ada war antar penonton", fancy word for REBUTAN, guys. Jadi modelnya sekarang tuh kalau ada film bagus, suka ada war, kita agak kesulitan dapetin tiketnya, bisa mental terus tiap mau eksekusi lewat e-wallet. Tadinya mau nyobain di Cinepolis Kalibata City Square aja biar gak jauh2, eh gak kebagian. Jadilah jauhan dikit di Kalibata Mall. Pas suami puasa, jadi saya nyelundupin kurma di tas. Hihihi... Monmap ya Pak Satpam. Abis bioskopnya gak jual kurma.

Aslinya saya tuh males nonton film2 horor, guys... apalagi produksi Indonesia. Soalnya tahu diri akan kebayang-bayang sampai lama saking seremnya (pengalaman trauma bertahun-tahun sama film2nya Sundel Bolong), jadi mending nggak usah. Buat saya, lebih baik nonton yg fiktif sekalian: zombie2an atau vampir2an gitu, krn gak mungkin dia nongol kan di kehidupan nyata? Tapi sekali lagi, demi anak. Lagipula suami penasaran juga krn film-nya viral di portal2 berita, sekilas kisahnya juga sudah pernah saya baca bbrp tahun lalu. Nah jarang2 nih saya bahas film produksi tanah air. Alasannya simpel: masyarakat kita belum siap menerima kritik dengan open mind, suka pada baperan. Padahal setiap menulis ulasan, saya berusaha fair. Jadi intinya saya menghindari konflik aja. Tapi ada lah film2 tertentu produksi dalam negeri yg sesekali akan saya bahas. Contohnya KKN Di Desa Penari ini, film yg sudah lama kelar syuting tapi baru tayang sekarang. Bismillah, saya coba cerita2 di sini ya.


Kami kebagian nonton di jam 17.45. Iklan yg kebanyakan trailer film2 mendatang membuat saya jadi update film bagus lokal, di antaranya Ngeri Ngeri Sedap (ada Tika Panggabean) & lanjutan Top Gun jaman saya SD: Top Gun 2: Maverick. Masuk list yes.

Film KKN Di Desa Penari yg diangkat dari kisah nyata ini dibuka dengan kedatangan sebuah mobil berisi seorang pria--yg tak akan kita lihat lagi sampai film kelar--dengan adiknya yg bernama Ayu (Aghniny Haque) & teman Ayu, Nur (Tissa Biani) di ujung jembatan menyeramkan di tengah hutan lebat di suatu tempat (nama kotanya disamarkan). Perjalanan menuju desa terpencil di ujung jembatan harus dilanjutkan dengan motor. Kedatangan mereka disambut Kepala Desa bernama Pak Prabu (Kiki Narendra). Tujuan mereka tak lain ingin minta ijin untuk melakukan KKN bersama beberapa teman lain. Meski sempat ragu, Kepala Desa pun mengijinkan maksud tsb. Para mahasiswa itu boleh fokus pada proker mereka di seputar bekas tempat pemandian para penari desa yg biasa disebut Sinden. Pak Prabu mengingatkan mereka untuk jaga sikap & tidak melanggar aturan2 desa.

Saya nggak cerita semua ya biar nggak kena amuk massa krn menyebar spoiler. Yg pasti, film ini adalah hasil adaptasi dari kisah nyata yg pertamakali tercetus dari thread pengguna akun Twitter bernama @SimpleMan ttg petualangan bbrp mahasiswa yg ber-KKN di satu desa terpencil di sebuah kota di Jawa Timur. Desa kecil di tengah hutan, belum tersentuh listrik & penduduknya terdiri dari orang2 tua saja. Beberapa kejanggalan terlihat sejak pertamakali mereka berkendara melewati hutan. Tampak sesajen berasap kemenyan di mana2. Ada yg bisa melihat sosok penari, ada pula yg mendengar alunan gamelan sayup-sayup di udara. Andai mereka semua nurut apa kata Kepala Desa, mungkin mereka bisa pulang dalam keadaan selamat. Sayang ada 1-2 orang anak yg mbandel. Tapi nggak bisa menyalahkan mereka sepenuhnya, menurut saya. Kenapa? Pertama, Badarawuhi sejak awal sudah mengincar salah satu dari enam mahasiswa yg datang itu. Krn 'darah panas'-nya dianggap manis menggoda bagi bangsa lelembut. Satu mahasiswa incarannya ini dia anggap sbg dawuh (tamu)-nya. Mestinya apapun yg terjadi, dawuh yg dipilih ini harus 'ikut' bersamanya ke alam gaib kan? Tidak peduli mereka patuh atau tidak. Maka calon dawuh ini diganggunya terus-menerus. Kedua, Ayu punya perasaan khusus pada Bima & Bima pun terlalu tertutup pada teman2nya. Apa yg dia alami, tidak diceritakan ke teman2nya atau ke Pak Prabu. Dari yg tersirat sepanjang film, Bima digambarkan sbg sosok penyendiri, hampir tidak pernah dia bercakap-cakap dengan dua teman laki2nya. Dia berpikir & bertindak sendiri. Sebuah kesalahan fatal bila anda berada di wilayah orang.

Kalau ku perhatikan, cerita banyak berpusar pada karakter2 tokoh Widya (diperankan dengan cukup apik oleh Adinda Thomas), Nur & Si Hantu Penari bernama Badarawuhi (Aulia Sarah), sementara tokoh2 seperti Ayu, Bima (Achmad Megantara), Anton (Calvin Jeremy), Wahyu (Fajar Nugraha) & Pak Prabu masing2 mendapat jatah tampil nyaris sama banyaknya. Dua cast pendukung yg bikin saya cukup kaget adalah kehadiran aktor & aktris veteran Aty Cancer (Ibu Sundari) & Diding Boneng (Mbah Buyut). Nape kaget? Soalnya ku kira Aty Cancer udah lama meninggal lho. Luarbiasa pengaruh seorang entertainer veteran ya? Krn eksistensinya di tiga jaman, hanya dengan melihat wajahnya saja, sanggup membawa saya terlempar pada kenangan masa lalu di mana film2 lawas & sandiwara bermutu masih jadi tontonanku di TVRI, teringat pada orang2 tercinta yg sekarang sudah nggak bersama saya lagi. Diding Boneng pun tak kalah mengejutkan saya krn lama bener nggak lihat penampilannya di layar lebar. Keluwesan mereka mengolah kemampuan seni peran jadi penanda tingginya jam terbang. Selebihnya, wajah2 baru yg justru bisa membantu saya hanyut dalam kisah film itu sendiri ketimbang kalau yg dipasang di posisi pemeran utama adalah wajah2 lama.


Ini kali kedua saya melihat si cantik Aghniny Haque. Pertama lihat dia dalam film Wiro Sableng: Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 (2018) & berkata dalam hati, "Wanita kok cantik bangeeet!" The new Dian Sastro nih. Wajahnya tuh perpaduan wajah Dian Sastro & Nova Eliza. Selain paras jelita, Aghniny punya kelebihan pada postur tubuh tinggi tegap dengan bahu bidang. Tergabung sbg atlet dalam timnas Tae Kwondo & ikut bertarung pada Sea Games mean something tentunya. Tapi buat saya, tampang saja tidak cukup. Harus punya kemampuan akting juga dong. Penampilan akting Aghniny dalam KKN Di Desa Penari semakin matang menurutku. Dia perlu masuk hitungan.

 Adapun Adinda Thomas si pemeran Widya adalah yg paling cemerlang kualitas olah perannya. Dia scene stealer-nya menurut saya, meski tokoh utama sepertinya disematkan pada Tissa Biani. Krn sudah bertahun-tahun nggak ngikutin perkembangan dunia selebriti tanah air apalagi nonton infotainment, maka film ini jadi penanda pertamakali saya 'kenalan' dengan Adinda Thomas. Langsung suka sama kemampuan olah perannya. Prediksi saya, my fellow Leo kelahiran Bandung 28 tahun silam ini akan jadi the next best thing dalam dunia perfilman Indonesia setara dengan Yenny Rachman & Yati Octavia, asal dia tekun dalam dunia seni peran.

Saya berusaha mengingat suara imut Tissa Biani mirip suara siapa. Lamaaa bener baru ketemu: Mulan Jameela wak. Hihihi. Don't you think, guys? Wajahnya juga familiar tapi lupa pernah lihat di mana. Setelah berpikir keras, baru ingat kalau dia pacarnya salah satu anak Ahmad Dhani & Maia Estianty. Rada2 nyambung ya dengan fakta suaranya mirip suara siapa? If you know what I mean. Hehehe. Tissa pun cukup apik penampilannya, lepas dari wajah bocahnya yg cocoknya jadi anak sekolahan. Baru berumur 20 tahun.

Last but not least, pemeran Badarawuhi yg mencuri perhatianku krn baru tahu & baru lihat juga. Aulia Sarah tampil cukup cemerlang lho. Sosoknya yg jangkung dengan tatapan tajam mempertegas kesan otoritatif yg ditakuti. Pas banget dia kebagian peran Badarawuhi. DI SINI SAJA YO NDUK. Anjaaay! 😄

Adegan2 apa saja yg paling membuat saya merinding? Satu, waktu Wahyu nyetater motor & semua lelembut berujud manusia serentak diam melihat ke arah Wahyu tapi dia nggak sadar. Dua, scene di tempat mandi saat Nur mengintip dari lubang dinding kayu. Tiga, saat Mbah Buyut berujud hewan 'memanggil' Widya, lalu Ayu yg sedang menari ikut terdiam bersama para lelembut. Adegan terakhir sungguh smart menurut saya sebab tanpa perlu banyak penjelasan, penonton bisa tahu mana yg masih menjadi bagian dari manusia sejati dengan dunia fananya & mana yg sudah bukan bagian dari dunia fana lagi. Merinding deh membayangkan adegan akhir ini.

Menurutku film KKN Di Desa Penari cukup bagus untuk ukuran film bergenre horor Indonesia, sukses menghadirkan rasa bergidik. Seperti beranjak ke next level lah kualitasnya. Tetep menyerahkan tanpa perlu menggunakan CGI atau efek visual khusus, dikemas se-natural mungkin. Munculnya Badarawuhi secara tiba2 di balik lubang dinding kayu juga spontan saja, tanpa bantuan efek. Kualitas akting para cast pun keren kok, apalagi ada sosok Wahyu yg gaya akting komikalnya jadi penyeimbang ketegangan menonton film horor (selalu ada tokoh seperti dia ya dalam setiap kelompok yg serius).

Kalau ada yg perlu dibenahi mungkin gaya berbicara bbrp cast yg masih terlihat seperti pemain sinetron yg kaku. Hanya Aghniny, Fajar & terutama Adinda yg tampil sangat alami baik dari mimik wajah, intonasi berbicara maupun gerak laku. Andai karakter2 yg mereka bawakan diberi jatah diskusi lebih banyak, tokoh mahasiswanya ditambah 2-4 orang lagi sama dengan jumlah aslinya, kegiatan proker diperlihatkan lebih sering, adegan menari ditambahin dikiiit & lebih banyak dialog terjadi sbg penguat chemistry antara Widya & Nur, mungkin film ini akan lebih powerful lagi, tak menyisakan celah.


Well, setiap film meninggalkan pesan untuk siapapun yg menyaksikan, tidak terkecuali film arahan Awi Suryadi berdurasi 1 jam 52 menit ini. Bahwa di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Jika sedang berada di tanah orang, patuhi aturan yg berlaku kalau ingin selamat. Tidak lupa, selalu mendekatkan diri pada Sang Maha Pencipta, biar bisa menahan diri & akhirnya terjaga hawa nafsunya. Bukan begitu, anak muda? 😁

Segitu dulu deh. kalau teringat sesuatu, saya balik lagi nambahin. Saya buktikan nggak melulu membahas film2 lawas kan kan kan. Buat yg belum nonton & usianya di atas 18 tahun, masih tayang di bioskop lho. Buruan jadi bagian dari 9 jutaan penonton. Segala "war" & harga tiket anda worth it. Janji dah!

Komentar