117 AKTOR BESAR DAN BERBAKAT INDONESIA VERSI ANYER (Bagian 3)

Assalamu'alaikum wr wb
Good day semua ...

Menyambung tulisan sebelumnya, sekali lagi, kriteria aktor-aktor yg masuk dalam daftar 117 Aktor Besar Indonesia versi saya: Memiliki bakat dan kemampuan akting jempolan, punya nama besar di Indonesia dan sudah berkarier di dunia seni peran (layar lebar maupun layar kaca) selama minimal 10 tahun. Saya nyusun daftar ini bukan berdasarkan tingkat kemampuan, kehebatan dan atau lain sebagainya, hanya berdasarkan ingatan saya saja. Trus disusun rapih sebelum dijajarkan di sini. Semua sama berbakatnya, sama-sama berdedikasi tinggi dengan segudang pengalaman dan prestasi.
Karena kali ini adalah tentang para aktor asal Republik Indonesia, sebisa mungkin saya tampilkan foto-foto mereka yg kental akan identitas Indonesia, seperti berpakaian sopan, memakai kemeja batik, (kalau ada) mengenakan busana adat Nusantara, berpose dengan latar khas Indonesia atau minimal sedang menghadiri suatu event perfilman. Beberapa aktor dengan mudahnya bisa saya dapatkan koleksi foto-fotonya, ada pula yg sulit mendapatkannya. Kalaupun ada, ukuran fotonya begitu kecil atau buram banget. Harap maklum.
Mudah-mudahan abis baca tulisan berikut, ada yg jadi tahu siapa yg dulu cita-citanya pengen jadi satpam dan siapa pemilik nama asli Dwight George. Hehehe... Atau ada yg sudah tahu mungkin?

"Indonesian Hall of Fame"


21. WAWAN WANISAR


Nama lengkap: Wawan Sarwani
Lahir: Jakarta, 13 Desember 1949
Wafat: Jakarta, 29 Maret 2021
Profesi sebelumnya: Pemimpin perusahaan pelayaran, pengusaha cleaning service dan wartel
Tahun aktif sebagai Aktor: 1981-2021
Film/sinetron, antara lain: Pengkhianatan G 30 S/PKI (1982),  Matahari-Matahari (1985), Naga Bonar, Ayahku (1987), Suamiku Sayang (1990), Cinta Dan Noda, Misteri Kebun Tebu (1997), Janus ; Prajurit Terakhir (2003), (Sinetron) Suamiku Sayang (1990), Opera Tiga Jaman (1991), Melompati Angin, Enam Langkah, Sayekti Dan Hanafi (1997), Cintailah Daku, Cinta Dara Kembar (1998), Menjemput Impian, Padamu Aku Bersimpuh (2001), Melati Putih, Alung, Mahligai Di Atas Pasir (2002), Kemilau Kemuning Senja (2003), Disini Cinta Pertamakali Bersemi (2004), Pesantren Rock n' Roll (2011), Ustad Fotocopy, Pesantren & Rock n' Roll Season 3 (2013).
Prestasi/Awards: Wakil Ketua DPO PARFI 2011-2016.

Salah satu penampilan Wawan Wanisar bersama Deddy Mizwar dalam film Naga Bonar.

Komentar: Khusus untuk aktor senior yg satu ini, saya mengalami kesulitan yg berbeda, yaitu susahnya menemukan foto beliau seorang diri tanpa penutup kepala... 😀 Nyaris setiap fotonya yg saya temukan, kalau bukan mengenakan penutup kepala blangkon, eh pake peci. Mungkin karena seringnya beliau sekarang tampil dalam sinetron-sinetron religi (biasanya berperan sebagai alim ulama atau tokoh masyarakat yg dihormati).


Bisa jadi ada aja yg pangling nih, tapi aktor Wawan Wanisar adalah pemeran Kapten Anumerta CZI. Pierre Tendean (ajudan Sang Jenderal Besar A.H. Nasution) dalam film yg diangkat dari kisah nyata sejarah berdarah Bangsa Indonesia: Pengkhianatan G 30 S/PKI. Saya pun baru tahu setelah menyaksikan beliau dalam Opera Tiga Jaman. Saat itu beliau tampak gemukan, tapi rasanya seperti pernah lihat wajahnya sebelumnya. Saya mulai cari tahu lewat bacaan-bacaan media cetak yg bisa ditemukan (waktu itu sekitar tahun 1992, saya baru masuk SMA. Pastinya belum ada internet dong seperti sekarang yg gampang saja kalo mau cari tahu sesuatu).

Sejak itu, mulai mengikuti perjalanan karir beliau. Aktor kharismatik yg membalik nama belakang nama aslinya dari Wawan Sarwani menjadi Wawan Wanisar sebagai nama populernya ini termasuk aktor senior yg low profile. Berbeda dengan rekan-rekan seangkatannya, ia terhitung jarang bersentuhan dengan ingar-bingar kehidupan glamour selebriti tanah air.

Adalah Seniman Besar Arifin C. Noer yg berjasa mengenalkan Wawan Wanisar pada dunia seni peran. Dimulai pada tahun 1982 ketika Arifin C. Noer mengajaknya bergabung dalam film kelam Pengkhianatan G 30 S/PKI sebagai Kapten CZI Pierre Tendean. Selang tiga tahun kemudian, Arifin C. Noer kembali meng-casting-nya untuk tampil dalam film Matahari-Matahari, kali ini sebagai pemeran utama. Dalam Matahari-Mataharilah, kemampuan akting Wawan Wanisar mulai diuji. Ia harus tampil meyakinkan sebagai petani yg juga penjudi. Demi menjiwai peran tersebut, Wawan Wanisar melakukan observasi dengan menjadi kuli penggali tanah. Satu kegiatan pra syuting yg terhitung jarang dilakoni aktor lainnya.

Hal yg sama juga ia lakukan saat bermain dalam Sinetron Terbaik versi FFI 1998 Sayekti Dan Hanafi. Beliau sebelumnya melakukan observasi dengan menjadi penarik becak selama seminggu. Kemudian untuk film bermutu seperti Misteri Kebun Tebu dimana ia harus memerankan sosok dari kisah nyata, yaitu Dukun Datu di Sumatera Utara yg diduga membunuh sebanyak 42 wanita pasiennya; Wawan Wanisar tak sempat melakukan penelitian secara mendalam lagi. Ia harus membawakan peran itu berdasarkan improvisasi dan imajinasi semata. Satu aktor unik dengan pilihan peran ibarat mosaik berhias warna-warni karakter.

Sejauh ini saya belum menemukan sumber yg menyebutkan penghargaan dunia seni peran yg pernah diterima Wawan Wanisar. Nanti kalau ketemu, saya tambahkan (06Jan2014). Seandainya memang belum ada, artinya kita melewatkan seorang aktor veteran berbakat ini, sama halnya saya menyayangkan Arman Effendi. Setidaknya beliau diberi penghargaan semacam "Lifetime Achievement" atau "Actor Of The Year". Meski tentunya para pekerja seni biasanya tidak berharap mendapatkan penghargaan dalam bentuk apapun karena karya-karya mereka tidak bisa diukur dengan materi maupun penghargaan, tapi alangkah sepadannya bila kita menghargai mereka dengan hal-hal semacam itu, sekedar membuat mereka tahu bahwa mereka tidak dilupakan.

22. MANSYUR SYAH


Lahir:
Binjai, Sumatera Utara, 21 September 1936
Wafat: Jakarta, 19 Juni 1980
Cause of death: Diabetes & gagal ginjal
Almamater: Akademi Teater Nasional (ATNI) tahun 1958-1962
Pekerjaan selain Aktor: Pelawak
Tahun aktif: 1956-1980
Film, antara lain: Senja Indah (1957), Pedjuang (1960), Amor Dan Humor, Pagar Kawat Berduri (1961), Bintang Ketjil, Tangan-Tangan Yang Kotor (1963), Di Balik Thahaja Gemerlapan, Fadjar Menjingsing Di Permukaan Laut (1966), Djampang Mentjari Naga Hitam (1968), Mat Dower (1969), Aladin, Banteng Betawi, Samiun Dan Dasima, Si Pitung (1970), Biarlah Aku Pergi, Malin Kundang, Singa Betina Dari Marunda, Si Gondrong (1971), Intan Berduri, Lingkaran Setan, Pemberang (1972), Anak Yatim, Dimadu, Ibu Sejati, Jembatan Merah, Patgulipat, Perempuan, Si Comel, Si Manis Jembatan Ancol, Takdir (1973), Ali Baba, Batas Impian, Benyamin Spion 025, Bobby, Demi Cinta, Kehormatan, Kosong-Kosong Tiga Belas, Musuh Bebuyutan, Pacar, Pengakuan Seorang Perempuan, Raja Jin Penjaga Pintu Kereta (1974), Fajar Menyingsing, Keluarga Sinting, Krisis X, Samson Betawi, Setan Kuburan (1975), Benyamin Jatuh Cinta, Mustika Ibu, Naga Merah, Sentuhan Cinta (1976), Bang Kojak, Pendekar Tangan Hitam, Petualang Cilik, Raja Copet, Saritem Penjual Jamu, Tante Sun, Tiga Cowok Blo'on; Tuan, Nyonya Dan Pelayan (1977), Betty Bencong Slebor, Godaan, Gudang Uang (1978), Di Ujung Malam, Penangkal Ilmu Teluh (1979), Cantik (1980).
Komentar: Sekian lama saya mentjari-tjari... eh, salah... Hehehe... sudah kelar ternyata daftar filmografinya... Saking banyaknya, jadi terbawa kebiasaan ngetik judul film pakai ejaan lama. *Garing... 😀
Sekian lama saya mencari-cari informasi tentang aktor klasik asal Minangkabau ini. Jangankan berita tentang beliau, namanya saja saya lupa! Yg saya ingat hanya bintang film bermata sipit dengan rambut sedikit yg suka mlintir kumis tipisnya dan paling sering mengenakan celana panjang cutbray dengan kemejanya yg sempit yg 'akrab'  di mata kanak-kanak saya dulu.

Saya pikir saya HARUS menemukan bintang film tersebut! Aktingnya begitu natural dan saya tidak fair bila tidak memasukkan beliau dalam daftar.
Begitulah, bermodalkan sisa-sisa memori dari masa kecil, saya coba mencari jejaknya dengan mengetik keyword film-film yg dibintangi lawan-lawan mainnya yg terlintas dalam kepala saya, contohnya Benyamin Sueb. Dari situ, saya menelusuri satu-persatu nama-nama para pemain pendukung film-film itu.

Awalnya iseng nyoba ketik nama Mansyur S., eh yg keluar foto-foto si bapak penyanyi dangdut kita. Ternyata nama lengkap bintang film yg saya cari ini adalah Mansyur Syah, jadi kurang tiga huruf di belakangnya. Sesederhana itu caranya, tapi who knows, mungkin ada cara lain yg lebih canggih. Saya hanya pakai metode klasik seperti itu, akhirnya perjuangan seharian membuahkan hasil. Tapi muncul kendala berikutnya, yaitu kesulitan menemukan fotonya yg lain selain yg saya pasang di atas. Sayang ya.

Kembali ke Mansyur Syah, awalnya ia sempat diragukan akan sukses di dunia seni peran, khususnya perfilman tanah air, dilihat dari wajah dan bentuk tubuhnya yg (menurut berbagai sumber yg saya kumpulkan) dinilai tidak mempunyai kelebihan yg mumpuni untuk menjadi seorang bintang film. Beberapa bahkan menilai wajahnya terkesan culas, ditambah dengan pilihan-pilihan perannya yg kebanyakan antagonis, membuatnya terlihat semakin nyebelin aja. Tapi dengan keteguhan hati menapaki dunia yg akhirnya membesarkan namanya ini, Mansyur Syah toh tak ragu dan yakin ia akan mendapat tempat tersendiri di hati masyarakat penggemar film. Keraguan banyak pihak itu terbukti salah. Saat menghadiri event FFI 1976 di Bandung, banyak penggemar yg meneriakkan dan mengelu-elukan namanya.

Banyak pula pekerja film yg pernah terlibat produksi suatu film dengannya yg menilai positif kinerja aktor ini, salah satunya adalah sutradara Fritz G. Schadt (ayah dari para aktor dan model Syach Bersaudara). Schadt menganggap Mansyur Syah sebagai aktor yg penuh disiplin dan sangat berdedikasi dalam menjiwai setiap peran yg dipercayakan padanya. Ia juga bukan tipe bintang yg mudah memperlihatkan kesulitannya di hadapan publik. Saat sedang tampil, ia punya tekad benar-benar total ingin menghibur penontonnya, tak peduli meskipun kala itu ia sedang menderita sakit yg parah.

Tidak banyak yg tahu, dulunya Mansyur Syah jebolan Akademi Teater Nasional (ATNI), namun sejak masih bersekolah di SLP Medan, ia sudah aktif di dunia pentas dan sandiwara, baik dalam pementasan di gedung-gedung kesenian maupun di layar kaca. Sayang, langkah penuh semangat aktor yg pernah tampil sepentas dengan Sukarno M. Noor, Wahab Abdi, Tiar Muslim dan Nani Wijaya ini harus terhenti pada tahun 1980, meninggal dunia dalam usia yg masih relatif muda, 43 tahun. Walaupun fotonya stunggal mawon, tapi mudah-mudahan bisa menyegarkan ingatan pembaca yg mungkin sudah lupa padanya.

23. E'ENG SAPTAHADI


Nama lengkap: Muhammad Jueri Hadi
Lahir: Indramayu, Jawa Barat, 15 Pebruari 1958 
Almamater: Institut Kesenian Jakarta (IKJ)
Tahun aktif: 1982-sekarang
Film/sinetron, antara lain: Senjata Rahasia Nona, Cinta Di Balik Noda (1984), Omong Besar (1985), Penginapan Bu Broto (1987), Omong Besar (1988), Cinta Cuma Sepenggal Dusta, Kipas-Kipas Cari Angin, Semua Sayang Kamu (1989), Boneka Dari Indiana, Nanti Kapan Kapan Sayang, Sekretaris, Mutiara Di Khatulistiwa, Takkan Lari Jodoh Dikejar (1990), Ojek (1991), Joshua Oh Joshua (2001). (Sinetron) Losmen (1987), Warisan Darah Biru, Pelangi Di Hatiku (1993), Saling-Silang (1994), Warisan I, Warisan II, Vonis Kepagian (1995), Dua Pilar, Saat Memberi Saat Menerima, Air Mata Ibu (1997), Celana Bulu Jin, Kawin Gantung, Jomblo, Maha Kasih, Pintu Hidayah, Selalu Ada Jalan, Rahasia Hati Lelaki, Do'a Dan Karunia, Safira, Benci Bilang Cinta, Dalam Mihrab Cinta.
Prestasi/Awards: Nominasi Piala Citra pada Festival Film Indonesia 1989 kategori Pemeran Pendukung Pria Terbaik (Semua Sayang Kamu), Aktor Terpuji pada Festival Film Bandung 1990 (Kipas-Kipas Cari Angin), Nominasi kategori Aktor Utama Drama pada Festival Sinetron Indonesia 1996 (Vonis Kepagian).


Komentar:
Kalau saya sodorkan foto aktor watak ini ke hadapan anak saya dan nanya, "Ini siapa namanya, nak?", jawaban yg saya dapat, "E'eng Saptahadi, Ma. Yang main di Tukang Bubur Naik Haji. Tapi biasanya jadi orang jahat, Ma." Hahaha... lancar benerrr jawabnya! Anak usia 11 tahun aja kenal. Padahal kami membatasi tontonan anak di rumah lho--apalagi sinetron, harus melalui seleksi ketat dan itu pun jarang ada sinetron yg lolos seleksi. Tapi kok ada Generasi Gen Z bisa tahu nama E'eng Saptahadi? Tak lain dan tak bukan alasannya adalah karena meski angkatan tua, aktor kocak satu ini memang kini lebih aktif di dunia sinetron tanah air. Kemunculannya tergolong intens untuk ukuran seorang aktor gaek.

E'eng Saptahadi termasuk dalam jajaran aktor kawakan Indonesia. Ia mungkin paling dikenal publik melalui serial televisi Losmen yg populer di awal tahun 1980an. Seperti halnya aktor-aktor jebolan IKJ lainnya, kualitas akting E'eng Saptahadi pastinya hebat, apalagi ia juga punya pengalaman sebagai pemain teater di beberapa sanggar terkenal, seperti Teater Mandiri dan Teater Lembaga. Permainan mimik wajah dan gerak tubuhnya dalam membawakan setiap peran sangat luwes dan pas. Ia tipe aktor yg bisa mengatakan sesuatu yg membuat orang lain tertawa tanpa ia sendiri ikut tertawa, serupa Alm. Basuki, saya kira. E'eng juga sanggup memperlihatkan sikap meremehkan hanya dengan satu lirikan mata saja. Anda ngerti maksud saya?

Dalam sebuah kesempatan wawancara di televisi, Eeng yg pernah menjadi asisten dosen di IKJ semasa ia masih kuliah ini mengatakan bahwa ia tidak akan pensiun dari dunia seni peran dan ia siap menerima peran apa saja, terutama bila tawaran yg datang padanya adalah peran antagonis. Kecintaannya pada dunia seni peran dibuktikannya dengan tak sekalipun ia beralih profesi dan tetap konsisten dengan tekadnya hingga kini. Itu sebabnya, E'eng Saptahadi mungkin adalah satu dari sedikit aktor senior yg dapat dikenali oleh tiga generasi sekaligus.

24. SANDY NAYOAN


Nama lengkap:
Dwight George Nayoan
Lahir: Jakarta, 18 Oktober 1970 
Pendidikan: Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI)
Pekerjaan selain Aktor: Pengusaha, Kader Parpol
Tahun aktif: 1992-sekarang
Film/sinetron, antara lain: Tutur Tinular III (1992), Peti Mati (2002), Valentine, Rahasia Bintang (2008), Kepak Sayap Burung Garuda, Jendela Rumah Kita, Pernikahan Darah (1988), Selirih Bisikan Kasih, Sengsara Membawa Nikmat (1991), Ceplas-Ceplos (1993), Bunga-Bunga Kehidupan, Tembang Sendu, Pengantin Lari, Aku Mau Hidup (1994), Bisikan Lara, 1 Kakak 7 Ponakan, Menghitung Hari, Masih Ada Kapal Ke Padang (1995), Di Bawah Purnama Aku Berdo'a, Naga Bonar (1996), Sepanjang Jalan Kenangan, Cintaku Padamu, Sop Kambing (1997), Dewi Fortuna, Anak Ajaib (2000), Sejuta Rasa Sayang, Sang Pencinta (2001), Bunga (2002), Kecil-Kecil Jadi Manten, Senandung Masa Puber (2003), Menuju Puncak (2004), Fatimah (2007).
Prestasi/Awards: Pemeran Utama Pria Terbaik Festival Sinetron Indonesia (FSI) 1995, Best Dress Man dari Yayasan Pembina Model Indonesia 1997, Pemenang Piala Vidia FSI 1997, Anugerah Prestasi Aktor Terbaik 2000, Penghargaan dari Festival Film Bandung (FFB) 2003.


Komentar:
Ini dia si pemilik nama asli Dwight George Nayoan. Soal penghargaan yg pernah diterima, sampai saat menulis ini (06 Jan 2014), saya belum menemukan keterangan tentang judul film/sinetron apa persisnya yg dimenangkan Sandy Nayoan tersebut di atas. Tapi setidaknya saya senang akhirnya bisa mendapatkan foto aktor yg sedang menghadiri event perfilman sekaligus mengenakan kemeja batik, sebab ini berarti "Paket 2 in 1" dalam syarat kategori ini.

Sandy Nayoan yg kini aktif di dunia politik ini sebenarnya sudah memulai debut film layar lebarnya melalui Tutur Tinular III pada tahun 1992, tetapi ia baru dikenal luas oleh masyarakat Indonesia saat memerankan tokoh Midun, seorang pria Minang dalam sinetron bermutu berjudul Sengsara Membawa Nikmat. Dalam sinetron yg diangkat dari novel roman karangan Tulis Sutan Sati ini, ia beradu akting dengan aktris berbakat Dessy Ratnasari. Saya terakhirkali melihatnya dalam sinetron bagus lainnya berjudul 1 Kakak 7 Ponakan, dimana ia tampil bersama Novia Kolopaking dan Derry Drajat. Bila diberi kesempatan (peran dengan skenario yg bagus), aktor-aktor berbakat seperti Sandy Nayoan punya peluang besar untuk meningkatkan kemampuan akting mereka.

25. MAT SOLAR


Nama lengkap:
Nasrullah
Lahir: Jakarta, 04 Desember 1962
Istri: Ida Nurlela
Pendidikan: Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Indonesia (UI)
Pekerjaan selain Aktor: Pelawak
Tahun aktif: 1978-sekarang
Film/sinetron, antara lain: Setan Kredit (1981), Mendung Tak Selamanya Kelabu, Dongkrak Antik, Perawan Rimba (1982), Dilihat Boleh Dipegang Jangan (1983), Kinanti, Di Luar Batas (1984), Senggal-Senggol, Surga Di Bawah Telapak Kaki Ibu, Raja Sawer, Luv, Bajaj Bajuri, Bajaj Baru Bajuri, Maha Kasih, Bang Jagur, Hidayah, Menuju SurgaMU, Si Entong, Tukang Bubur Naik Haji The Series.
Prestasi/Awards: Partisipan Suara Radio Kejayaan (1986), Manajer Produksi Bens Radio (1990), Betawi Award (2007).


Komentar: Mat Solar adalah contoh seniman asal Betawi yg memulai karir aktingnya dari dunia teater. Pertamakali saya melihat penampilan kocak Mat Solar adalah dalam salah satu film Warkop DKI (Warung Kopi Dono Kasino Indro). Saat itu, ia cukup sering tampil dalam film-film layar lebar trio lawak legendaris Indonesia tersebut. Berikutnya saya mengikuti serial televisinya yg sempat populer di awal tahun 2000an: Bajaj Bajuri. Bakat aktingnya yg jenaka dan alamiah sangat menghibur penontonnya.

Mat Solar yg pernah kuliah selama 10 semester di Sosiologi UI ini sudah mulai menapaki dunia seni peran melalui teater sejak masih duduk di bangku kelas II SMP lho. Sanggar teater tempat ia bergabung itu bernama Teater Mama. Awalnya Teater Mama hanya sebagai wadah kreatif tempat berkumpulnya Mat Solar dan teman-teman seumurannya untuk manggung, khususnya saat perayaan tujuh belasan di sekolah-sekolah. Kala itu, momen tujuh belasan merupakan ajang selebrasi paling diminati rakyat Indonesia.

Berbagai macam perayaan, lomba dan pementasan drama ramai diadakan di hampir seluruh kelurahan di pelosok tanah air. Teater Mama Mat Solar dkk pada perkembangannya menjadi salah satu sanggar teater yg dikenal berani mengkritik pemerintah Orde Baru. Teater Mama juga rutin mengisi acara di TVRI sepanjang tahun 1978 sampai tahun 1982 dengan Mat Solar yg kerap tampil sebagai pemeran utama
.
Kini, selain sesekali tampil dalam beberapa sinetron pilihan, Mat Solar disibukkan dengan kegiatan wisata alam bebas untuk anak-anak di sekitar rumahnya di Pamulang, Tangerang. Ia mengaku mendirikan usaha tersebut karena rasa pedulinya pada anak-anak Indonesia. Menurutnya, anak-anak Indonesia adalah generasi penerus bangsa yg memerlukan fisik dan mental yg kuat.

Kabar terbaru yg ku tahu, Mat Solar sedang sakit, guys. Kita do'akan cepat sembuh ya.

26. RAY SAHETAPY


Nama lengkap:
Ferene Raymond Sahetapy
Lahir: Donggala, Sulawesi Tengah, 01 Januari 1957
Istri: Sri Respatini Kusumastuti
Pendidikan: LKPJ/Institut Kesenian Jakarta (1977-1980)
Tahun aktif: 1977-sekarang
Film, antara lain: Gadis (1980), Sejuta Serat Sutra, Kabut Ungu Di Bibir Pantai, Dukun Ilmu Hitam (1981), Tapak-Tapak Kaki Wolter Monginsidi (1982), Darah Dan Mahkota Ronggeng, Cinta Semalam, Ponirah Terpidana (1983), Pelangi Di Balik Awan, Tirai Kasih, Secangkir Kopi Pahit, Kabut Perkawinan, Kerikil-Kerikil Tajam, Hati Seorang Wanita (1984), Sebening Kaca, Melintas Badai (1985), Secawan Anggur Kebimbangan, Tahu Sama Tahu, Di Balik Dinding Kelabu, Pesona Natalia, Opera Jakarta, 7 Manusia Harimau, Cinta Yang Terjual (1986), Harga Diri, Luka Di Atas Luka, Tatkala Mimpi Berakhir (1987), Noesa Penida (1988), Api Cemburu, Giliran Saya Mana, Cas Cis Cus, Kanan Kiri OK, Kanan Kiri OK II (1989), Jangan Bilang Siapa-Siapa, Nona Manis, Sejak Cinta Diciptakan, Kanan Kiri OK III, Curi-Curi Kesempatan (1990), Dunia Mereka (2006), Terowongan Casablanca (2007), Mengaku Rasul, Anak Ajaib (2008), Jagad X Code, Terowongan Rumah Sakit, Rasa, Identitas (2009), Jinx, Akibat Pergaulan Bebas, Demi Dewi (2010), Mudik (2011), Dilema, The Raid, Sang Martir, Loe Gue End (2012), True Heart, Hari Ini Pasti Menang, 2014, Crazy Love, Merry Go Round, Make Money (2013), Pukulan Maut (2014).
Prestasi/Awards: Nominasi Aktor Utama Terbaik pada Festival Film Indonesia (FFI) 1984 (Ponirah Terpidana), Nominasi Aktor Utama Terbaik pada FFI 1985 (Secangkir Kopi Pahit), Nominasi Aktor Utama Terbaik FFI 1985 (Kerikil-Kerikil Tajam), Nominasi Aktor Utama Terbaik pada FFI 1986 (Opera Jakarta), Nominasi Aktor Utama Terbaik pada FFI 1988 (Tatkala Mimpi Berakhir), Nominasi Aktor Utama Terbaik pada FFI 1989 (Noesa Penida), Nominasi Aktor Utama Terbaik pada FFI 1990 (Jangan Bilang Siapa-Siapa), Aktor Pendukung Pria Terbaik pada Indonesian Movie Awards 2013 (The Raid), Ketua PARFI 2006-2010.


Komentar: Para jebolan IKJ tidak pernah gagal membuktikan diri mereka sebagai aktor-aktor dengan pendalaman karakter yg melahirkan kualitas akting jempolan, Ray Sahetapy adalah contoh kesekian dari pernyataan di atas. Mereka seakan profesor dari dunia akademik, jenius dari dunia para ilmuwan.

Ray Sahetapy boleh dibilang seangkatan dengan Deddy Mizwar dan Didi Petet. Ia merintis karir sebagai aktor sejak usia remaja, meskipun pada awalnya hanya punya cita-cita sederhana : ingin jadi satpam. Gaya aktingnya yg ekspresif, total sekaligus sangat luwes dalam setiap peran yg dibawakan menjadi ciri khas tersendiri seorang Ray Sahetapy. Di masa jayanya yg terhitung produktif, penampilannya di layar kaca maupun layar lebar termasuk salah satu yg saya nantikan.

Ada satu keterangan kecil mengenai tempat kelahiran beliau ini yg sering salah disebutkan oleh banyak media, yaitu propinsi tempat ia dilahirkan. Yg benar adalah Sulawesi Tengah, bukan Sulawesi Tenggara. Donggala merupakan salah satu kabupaten yg masuk dalam wilayah Propinsi Sulawesi Tengah. Kebetulan saya menyelesaikan pendidikan SMA di ibukota Propinsi Sulawesi Tengah, jadi tahu betul sampai sekarang, Kabupaten Donggala masih setia jadi bagian dari Propinsi Sulawesi Tengah. Belum kepikiran pindah propinsi.

Seperti yg saya sebutkan, film-film yg dibintangi Ray Sahetapy tidak terkecuali, masuk juga dalam tontonan saya di masa kecil. Bukan sekedar duduk nonton melongo lho, meskipun masih bocah, pikiran saya 'jalan', baik saat membaca buku maupun menonton film. Salah satu film Ray Sahetapy yg aktingnya paling berkesan buat saya adalah Sebening Kaca dengan lawan main Marissa Haque dan Fanny Bauty.


Selain masih aktif dalam dunia seni peran hingga saat ini, aktor yg begitu berdedikasi pada dunia teater ini ternyata juga mengelola sebuah organisasi bernama Perhimpunan Seniman Nusantara, bahkan kabarnya, penghasilannya sering kembali lagi ke Perhimpunan tersebut. Kegiatannya kini selain aktif dalam film-film Indonesia,  juga ikut terlibat dalam pembuatan talkshow "Warung Cantik" yg tayang di TVRI setiap Sabtu malam.

27. SOPHAN SOPHIAAN


Lahir:
Makassar-Sulawesi Selatan, 26 April 1944
Wafat: Ngawi-Jawa Timur, 17 Mei 2008
Cause of death: Kecelakaan motor
Istri: Widyawati
Pendidikan: Sekolah Tehnik di Jerman
Pekerjaan selain Aktor: Sutradara, Produser, Politisi
Tahun aktif: 1970-2008
Film/sinetron, antara lain: Lisa, Pengantin Remaja, Lorong Hitam, Matahari Hampir Terbenam (1971), Perkawinan, Tjintaku Tjauh Dipulau, Si Bongkok, Pemberang, Mutiara Dalam Lumpur (1972), Pencopet, Anak Yatim, Timang-Timang Anakku Sayang, Perempuan (1973), Romi Dan Juli, Cinta Remaja, Aku Cinta Padamu, Kehormatan, Gaun Pengantin, Demi Cinta (1974), Sentuhan Cinta (1976), Rahasia Seorang Ibu, Bung Kecil (1977), Kemilau Kemuning Senja, Buah Hati Mama (1980), Amalia, S.H. (1981), Perempuan Kedua (1990), Yang Tercinta (1991), Love (2008), Abad 21 (Sinetron, 1997-1998), Kemuning (1998-1999), Elang (2008).
Prestasi/Awards: Most Popular Actor FFA XVIII di Taipei-Taiwan, Aktor Harapan PWI 1974, Karakter Terbaik FFA XIX 1974 di Singapura, Pemenang Piala Citra pada FFI 1978 di Ujungpandang.

Sophan Sophiaan muda bersama istri tercintanya, aktris Widyawati


Komentar: Saya sulit menemukan foto masa muda aktor senior Indonesia ini seorang diri. Rata-rata semua fotonya berdua dengan pasangan abadinya, Widyawati... 😀 Well, nggak apa-apalah kan. Mungkin tidak banyak yg tahu kalau Sophan Sophiaan ini putra seorang politisi terkenal tanah air (Manai Sophiaan) yg pernah menjadi Duta Besar RI untuk Rusia dan anggota Petisi 50 yg gagah berani.

Aktor yg juga dikenal sebagai seorang sutradara handal ini pertamakali tampil sebagai pemeran pendukung dalam film Bunga-Bunga Berguguran (1970) sebelum dilanjutkan dengan penampilannya dalam film Pengantin Remaja. Umumnya karakter tokoh yg diperankannya serba serius, tidak banyak meng-explore kekuatan emosi atau tampil ekspresif ala para seniman teater, namun beliau tetap seorang legenda yg tak dapat dipisahkan namanya dari perjalanan sejarah perfilman di Indonesia.

Pada awal karir perfilmannya, Sophan Sophiaan sering tampil bersama aktris Widyawati yg kelak menjadi istrinya. Ia memulai karir penyutradaraan pada tahun 1974, sebagai asisten sutradara untuk film Kehormatan sebelum akhirnya menjadi sutradara penuh untuk film Jinak-Jinak Merpati (1975). Sebagai aktor dan sutradara, Sophan Sophiaan dikenal disiplin dan militan. Buah kerja kerasnya menjadi sutradara untuk film Letnan Harahap diganjar penghargaan Piala Citra pada FFI 1978 di Ujung Pandang.

Setelah industri perfilman collaps, Sophan Sophiaan memusatkan perhatian, tenaga dan fikirannya untuk dunia politik, bahkan sempat mendirikan parpol baru dan menjadi anggota DPR dan MPR RI. Baru pada tahun 1997 beliau kembali ke dunia seni peran, ditandai dengan bersedianya ia menerima tawaran rumah produksi Multivision Plus untuk tampil dalam sinetron dengan syarat harus berdua bersama sang istri tercinta. Sinetron Abad 21 itu sempat jadi tontonan saya juga, meskipun tidak rutin saya ikuti. Sinetron yg menurut saya menjadi bagus terutama karena penampilan kedua legenda perfilman Indonesia tersebut, didukung juga oleh bintang-bintang berbakat seperti Lulu Tobing dan Vira Yuniar.

Sang Legenda Sophan Sophiaan berpulang ke Rahmatullah karena kecelakaan lalu lintas di Ngawi pada tahun 2008, menjatuhkan airmata dari banyak penggemar setianya yg tak siap. Film terakhirnya LOVE dibintangi bersama istri tercintanya. Sophan Sophiaan membuktikan bahwa tidak masalah terlihat gagah berani dan garang dan tetap setia menyayangi satu wanita.

28. ANWAR FUADY


Lahir:
Palembang, 14 Maret 1947 
Istri: Farida Cosim
Almamater: Akademi Teater dan Film (ATF), Jakarta 
Selain Aktor: Politisi
Tahun aktif: 1967-sekarang
Film/sinetron, antara lain: Manusia Dan Peristiwa (1968), Selimut Cinta (1977), Mendung Tak Selamanya Kelabu (1982), IQ 200, Primadona Di Balik Terali, Kinanti, Persaingan Remaja, Sunan Kalijaga, Bunga Pramuria, Mandi Dalam Lumpur, Lorong-Lorong Asmara, Menerjang Badai (1984), Sunan Kalijaga Dan Syech Siti Jenar, Sebening Kaca, Tiga Pendekar Bermain Api, Cinta Di Awal Tiga Puluh (1985), Merangkul Langit, Melindas Karang Kapur, Sentuhan Rumput Yang Bergoyang (1986); Arini, Masih Ada Kereta Yang Akan Lewat (1987), Ayu Dan Ayu, Arwah Anak Ajaib, Suami, Tertangkap Basah, Seputih Kasih Semerah Luka (1988), Sesaat Dalam Pelukan (1989), Sepondok Dua Cinta (1990), Lupus V (1991) Ku Berikan Segalanya (1992), Kiamat Sudah Dekat (2003), Dalam Mihrab Cinta (2010), Kentut (2011), (Sinetron) Jangan Ucapkan Cinta, Pangeran Jayakarta, Fatamorgana, Menggapai Buih, Delima, Janjiku, Do'aku Harapanku, Tersanjung, Tersanjung 2, Kiamat Sudah Dekat (serial tv), Intan, Cintaku Di Rumah Susun, Siti Nurbaya, Aisyah, Assalamu'alaikum Cinta, Nikita, Cinta 7 Susun, Cinta Ilahi.
Prestasi/Awards: Ketua Persatuan Artis Sinetron Indonesia (PARSI) 1998-2006, Tenaga Ahli Lembaga Sensor Film (LSF).


Komentar:
Saya naro' banyak foto beliau karena busana-busana adat Palembang dan bahan kemeja batik yg dikenakannya bagus-bagus semua. Daripada bingung, mari taro aja semuanya. Sayang kalau berhenti sampai di mata Indonesia saja, pengen mata dunia ikut melihat. Sesuai dengan spirit awal yg saya masukkan dalam syarat kategori ini.

Aktor kawakan asal Palembang-Sumatera Selatan ini sejak kecil sudah akrab dengan dunia film. Menurut Wikipedia, kemungkinan hal ini dikarenakan rumah masa kecil beliau yg berdekatan dengan bioskop. Begitu terpikatnya ia pada dunia yg satu ini hingga setelah lulus SMA, Anwar Fuady remaja memutuskan merantau ke Jakarta untuk melanjutkan studi di Akademi Teater dan Film (ATF). Karena sulitnya memasuki industri perfilman ketika itu, Anwar Fuady mencoba peruntungannya di televisi. Baru tahun 1982 keinginannya membintangi film layar lebar terpenuhi. Judul filmnya Mendung Tak Selamanya Kelabu. Dari situ, kiprahnya di dunia seni peran terutama film layar lebar mulai menemukan jalannya. Saya pertamakali lihat penampilannya melalui film-film Indonesia seperti Sunan Kalijaga dan Sunan Kalijaga Dan Syech Siti Jenar.


Meskipun belum menemukan catatan penghargaan yg pernah diterimanya (07 Jan 2014), tapi gaya akting Anwar Fuady yg punya ciri khas tersendiri toh tak bisa diremehkan begitu saja. Penampilan-penampilannya dalam setiap film/sinetron yg didukungnya meninggalkan kesan tersendiri bagi penonton. Di samping itu, ia juga termasuk struggle actor yg tidak meraih kesuksesannya secara instan. Sangat layak memasukkan beliau yg kerap memainkan peran antagonis ini ke dalam daftar saya.

29. ROBBY TUMEWU


Lahir :
Bandung, 4 Desember 1953
(Updated) Wafat: 4 Januari 2019
Cause of death: Stroke
Pendidikan: Kuliah Perhotelan
Selain Aktor: Komedian, Perancang Busana
Tahun aktif sebagai Aktor: 1990-sekarang
Film/Sinetron, antara lain: Lenong Rumpi (1991), Lenong Rumpi II (1992), Ca Bau Kan (2002), Belahan Jiwa, Gie (2005), Tri Mas Getir, Tulalit, Kita Punya Bendera, Laskar Pelangi (2008), Jejak Darah, Tanah Air Beta; 3 Hati Dua Dunia, Satu Cinta; Madame X (2010), (Sinetron) Lenong Rumpi, Keluarga Van Danoe, Flamboyan 108, Cepot Dan Copet Kepepet, Gengsi Gede-Gedean, Oke-Oke Bos, Khanza, Sekar, Kecil-Kecil Jadi Manten.





Komentar: Mungkin ada yg heran kenapa saya masukkan Robby Tumewu yg notabebe perancang busana ini ke dalam daftar 100 Aktor Besar Indonesia. Jangan salah, ketika sudah action di belakang kamera, anda akan lupa kalo profesi aslinya tuh perancang busana. Brilian lho. Kalau nggak berbakat, nggak bakalan ku masukin daftar ini.  Heuheu. Kalau kata Bon Jovi,"You give love a bad name", kata saya, "Robby Tumewu gives designers a good name."

Sembari karya-karyanya dalam dunia perancang banyak disertakan dalam events mancanegara atau bahkan mendapat kehormatan menjadi wakil Indonesia dalam peragaan-peragaan busana di luar negeri, ia juga aktif dalam dunia seni peran, kebanyakan kebagian peran-peran komedi, tapi sesekali juga ia mampu tampil serius, seperti dalam film Ca Bau Kan dan Gie.

Saya pertamakali lihat penampilannya dalam film kocak Lenong Rumpi, tapi waktu itu belum terkesan. Baru dalam Keluarga Van Danoe dan sebuah sinetron awal tahun 2000-an berjudul Gengsi Gede-Gedean, saya melihat akting naturalnya yg sangat matang--zaman itu saya masih mau nonton sinetron. Sayang kabarnya aktor serba bisa ini sekarang sedang menderita sakit, meskipun ia terlihat berusaha tetap semangat dan ceria di depan publik (07 Jan 2014). Selalu sedih kalau ada bintang berbakat yg masih berpotensi meraih banyak prestasi tapi langkahnya harus terhenti karena sakit dan lain-lain sementara banyak orang sehat tapi gemar mengeluh dan menyia-nyiakan waktu dengan hal-hal tak berguna. Kita do'akan saja, semoga Robby Tumewu segera sembuh.

Putra dari pasangan pensiunan karyawan di pabrik senjata Pindad dan seorang guru Bahasa Jerman ini pertamakali terlibat dalam dunia peran sebenarnya terjadi secara tak sengaja. Ceritanya, saat diminta jadi penata busana untuk Teater Koma Pimpinan N. Riantiarno, ia ikut terlibat dalam sebuah pementasan sebagai pemeran tambahan. Tapi frekuensi latihan yg memakan waktu berbulan-bulan membuatnya menyerah dan tidak meneruskan. Baru setelah diajak Harry de Fretes bergabung dalam barisan casts Lenong Rumpi untuk pembuatan film, ia kembali memutuskan berpartisipasi dan kali ini Robby Tumewu berhasil bertahan hingga produksi film kelar, bahkan ikut bergabung lagi pada pembuatan sekuelnya.

30. A. HAMID ARIEF


Nama lengkap: Abdul Hamid Arief

Lahir: Batavia, 25 Nopember 1924
Wafat: Jakarta, 20 Desember 1992
Pendidikan: MULO
Tahun aktif: 1948-1982
Filmografi antara lain: Anggrek Bulan (1948), Aneka Warna, Harta Karun, Tjitra, Menanti kasih (1949), Inspektur Rachman (1950), Bintang Surabaya, Di Tepi Bengawan Solo, Mirah Delima, Surjani Mulia; Selamat Berdjuang, Masku! (1951), Tiga Benda Adjaib, Siapa Dia, Kekal Abadi, Si Mientje, Bermain Dengan Api (1952), Bawang Merah Bawang Putih, Harimau Dan Merpati, Ratna Kumala, Empat Sekawan, Tiga Saudari, Pangeran Hamid, Burung Bitjara (1953), Bawang Merah Tersiksa, Klenting Kuning (1954), Di Balik Dinding, Kasih Ibu, Rini (1956), Konsepsi Ajah, Biola, Bintang Peladjar, Bermain Api (1957), Bunga Dan Samurai, Wanita Indonesia (1958), Sekedjap Mata, Mutiara Jang Kembali, Habis Gelap Terbitlah Terang (1959), Ke Kota, Limapuluh Megaton, Kamar 13, Notaris Sulami (1960), DKN 901 (1962), Matjan Kematjoran (1965), Terpesona (1966), Nji Ronggeng, Matt Dower (1969), Samiun Dan Dasima, Si Pitung (1970), Penunggang Kuda Dari Tjimande, Banteng Betawi, Pendekar Sumur Tudjuh, Ratna, Lisa, Kisah Fanny Tan, Djembatan Emas (1971), Samtidar, Romusha, Meniti Djalan Ke Sorga, Pengantin Tiga Kali, Benyamin Biang Kerok, Desa Di Kaki Bukit (1972), Patgulipat, Biang Kerok Beruntung, Cukong Blo'on, Tendangan Maut, Benyamin Brengsek (1973), Kosong-Kosong Tiga Belas, Tetesan Airmata Ibu, Bandung Lautan Api, Musuh Bebuyutan, Paul Sontoloyo, Ali Baba, Buaye Gile, Pilih Menantu, Dasar Rezeki, Pacar, Bajingan Tengik, Honour (1974), Traktor Benyamin, Samson Betawi, Benyamin Raja Lenong, Benyamin Koboi Ngungsi, Benyamin Tukang Ngibul (1975), Mustika Ibu, Hippies Lokal, Zorro Kemayoran, Oma Irama Penasaran, Tiga Janggo (1976), Cakar Maut, Raja Copet, Kembalilah Mama, Sorga, Diana, Akulah Vivian, Pembalasan Si Pitung, Gitar Tua Oma Irama, Saritem Penjual Jamu, Penasaran (1977), Jurus Maut, Dewi Malam, Begadang (1978), Tuyul Eee Ketemu Lagi (1979), Goyang Dangdut, Begadang Karena Penasaran, Abizars, Darna Ajaib (1980), Manusia Berilmu Gaib, Manusia 6.000.000 Dollar, Gundala Putra Petir, Si Pitung Beraksi Kembali, Dukun Lintah (1981), Pengorbanan, Gadis Bionik, Sentuhan Kasih (1982), Rumah Masa Depan.
Prestasi/Awards: Pemimpin Sandiwara Komedia Jakarta untuk TVRI di tahun 1970-an, Penerima Penghargaan Surjosoemanto dari Dewan Film Nasional (1988).

A. Hamid Arief muda (1940-an)
Aktor A. Hamid Arief sebagai Kakek dalam serial televisi Rumah Masa Depan yang juga dibintangi oleh Deddy Sutomo, Wolly Sutinah, Aminah Cendrakasih dan Septian Dwi Cahyo.


Komentar: Si bapak aktor veteran ini punya pengalaman akting dengan berbagai jenis peran; mulai dari orang gila, bapak-bapak bijak, bapak-bapak galak, tetangga rese', majikan perfeksionis sampai pimpinan serdadu kompeni. Eh bukan, gaya beliau nyebutinnya gini : "kumpeni'". 😅😂

Saya termasuk generasi beruntung dan mungkin juga generasi terakhir yg masih punya kesempatan menyaksikan (lewat layar lebar) karya film/serial televisi/sandiwara dari para aktor aktris generasi Zainal Abidin, Chitra Dewi, Mak Wok dan A. Hamid Arief sembari sang aktor dan aktris sendiri masih berada di tengah-tengah kita. Generasi setelah generasi saya hanya bisa melihat para legenda ini melalui layar kaca, itupun bila pihak stasiun televisi mau berbaik hati menyelipkan tayangan film-film tua di antara jajaran acara-acara komersil mereka. Which by the way is a rare thing they do nowadays. Dan yg tak kalah penting untuk dipertanyakan : masih adakah penonton jaman sekarang yang peduli?

A. Hamid Arief adalah aktor veteran angkatan Wolly Sutinah (Mak Wok), Sofia W.D., Aedy Moward, Fifi Young dan Chitra Dewi. Kebanyakan film-film yg dibintanginya disutradarai oleh Lie Sun Bok, Hu, Tan Sing Hwat, Lilik Sudjio, Nawi Ismail dan Wim Umboh. Ia mulai aktif ikut sejumlah pementasan di masa pendudukan Jepang (1942) sebagai penyanyi sekaligus pemain dalam rombongan sandiwara Pantjawarna dan Bintang Surabaya.


A. Hamid Arief sudah malang-melintang di dunia perfilman sejak tahun 1948 dengan kurang lebih 125 film ia selesaikan sepanjang karirnya sebagai bintang film dan juga dikenal sebagai lawan main Benyamin Sueb dalam film-filmnya yg paling sering beredar di akhir tahun 1970an, tapi masyarakat Indonesia mungkin paling mengenangnya melalui tokoh "Kakek" dalam serial televisi ngetop tahun 1982: Rumah Masa Depan. Yg saya kenang dari beliau ini adalah vokal dan gaya berbicaranya yg punya artikulasi jelas dan terkadang dibarengi dengan gaya bahasa dan ungkapan-ungkapan a la tempo dulu.

---000---

Demikian 10 ketiga dari daftar 100 Aktor Besar Indonesia versi saya atau Bagian Ketiga dari 117 Aktor Besar Indonesia. Salut deh untuk kerja keras, prestasi dan pencapaian para aktor kita.
Tata bahasa saya pastinya masih banyak kekurangannya, bahasa yg saya gunakan juga yg gampang dan sederhana saja, tidak ada istilah-istilah rumit atau kosa kata njlimet. Yg penting buat saya adalah berbagi apa yg baik-baik, yg saya tahu, plus  maksud tersampaikan.

Wassalam.


Sumber berita dan foto : Tamanismailmarzuki.com, KapanLagi.com, okezone.com, BiografiArtis.com, Wikipedia.org.


  


  







   
  







Komentar

  1. A Hamid Arief pernah menikah nggak semasa hidupnya...

    BalasHapus
  2. Artikel yang menarik nih mbak Reyna. Lanjut lagi mbak dengan postingan seputar dunia perfilman Indonesia.

    BalasHapus
  3. Sekarang, film-film Indonesia zaman dulu gak suka ditayangkan lagi di televisi. Padahal menurut saya, isi ceritanya lebih bagus & lebih berisi. Saya lebih suka film Indonesia zaman dulu.

    BalasHapus
  4. Ateng, Iskak, Eddy sud, Darto helm, Gepeng, Bing Slamet, Jojon, Cahyono. mereka juga aktor besar di jamannya, :D

    BalasHapus

Posting Komentar