Assalamu'alaikum, good morning...
Hi, long time no see.
Terakhir masukin post Bulan Juli 2020, sungguh rajin sekali. Hihihi. Well, at least, masih di tahun yg sama lah yaa. Kali ini apalagi alasannya? Nggak ada sih, cuma rempong dengan segala urusan ala mommy yg nggak punya asisten rumahtangga. Anak gadis semata wayang tahun ini masuk kuliah, kami sibuk dengan segala macam urusan nyari perguruan tinggi di seputar Jakarta atau Bandung biar bisa sekota sama imam keluarga, nyortir semua pilihan dengan khusyuk, mempertimbangkan segala sesuatunya sampai urusan administrasinya. Lalu di saat kami baru menyesuaikan diri dengan anak yg kuliah daring dari rumah krn pandemi, saya dan suami dinyatakan positif Covid-19 pada 30 September lalu yg memaksa suami yg biasanya kerja di Jakarta dan pulang dua minggu sekali itu akhirnya kerja secara daring juga dari rumah, bahkan belakangan diminta kantornya untuk istirahat total dulu tanpa ngurus kerjaan biar cepat sembuhnya. Sejak September juga teman-teman SMP mempercayakan urusan desain dan pembuatan kaos reuni melalui saya. Pengalaman pertama bok, bisa dibayangkan seperti apa riweuhnya saya. Hehehe.
Back to the movie...
Sebenarnya saya justru duluan nonton film 12 Angry Men versi film-televisi produksi tahun 1997 yg dibintangi a.l. Jack Lemmon, George C. Scott, James Gandolfini, Armin Mueller-Stahl, Tony Danza, Ossie Davis, Edward James Olmos dan Hume Cronyn (film yg membuat saya melihat performa akting Hume Cronyn untuk pertamakalinya padahal beliau aktor veteran), sementara 12 Angry Men (1957) asli hanya sebatas tahu saja. Belum pernah nonton mungkin krn dulu sulit mencari DVD-nya dan berbagai channel film di channel teve berlangganan tidak pernah nyetel. Saya bertahan cukup lama tidak nonton film-film bajakan krn alasan idealisme, tidak bisa diceritakan di sini. Yg pasti, sebagai pecinta dunia seni, ini bentuk penghargaan saya untuk para pencipta karya seni.
Etapi belakangan idelisme ini sedikit memudar. Hiks, sorry. Jadilah nonton 12 Angry Men versi asli secara streaming. Film yg mungkin sudah 20 tahun lamanya ingin ku tonton.
Buat penggemar film sejati seperti saya, bisa melihat para legenda perfilman dari Hollywood Golden Age ketika mereka masih aktif wara-wiri krn berada pada masa di mana generasi mereka merajai cast film-film produksi saat itu adalah kemewahan tersendiri. Bagi saya lho yaa...
Dimulai dari nama pemilik wajah-wajah familiar seperti Henry Fonda, Lee J. Cobb, E.G. Marshall, Ed Begley, Martin Balsam, Robert Webber, Jack Warden dan Jack Klugman, John Fiedler, Edward Binns (baru lihat dia di Patton (1970)) sampai wajah-wajah yg baru saya lihat seperti Joseph Sweeney dan Jiri Voskovec. What a remarkable performances of them all! Padahal ini film praktis hanya menghabiskan durasinya dalam sebuah ruangan (kalau tidak ingin mengatakan TOILET adalah ruangan yg berbeda), tapi sungguh tidak membosankan. Wel, lagi-lagi bagi saya. Kalau anda terbiasa membaca karya-karya detektif tulisan Enid Blython, Stefan Wolf dan Agatha Christie atau familiar dengan gaya menyelidik investigatif ala Poirot sih dijamin nggak akan bosan menyaksikan film ini sampai habis.
Jadi singkat cerita, kisahnya sederhana saja. Dari seorang anak remaja yg didakwa bersalah telah membunuh ayahnya berdasarkan kesaksian pria tua penderita stroke dan seorang wanita dari seberang bangunan apartemen yg dipisahkan rel kereta. Terdakwa dan hakim menanti keputusan 12 juri apakah bulat suara untuk BERSALAH atau TIDAK BERSALAH. Keputusan mereka ini tidak main-main krn akan jadi penentu hidup si anak remaja akan berakhir di kursi listrik atau tidak. Ketika memasuki ruangan isolasi, yg sangat yakin akan keputusan bersalah ada 11 orang juri, sementara satu orang (Henry Fonda-Juri #8) memutuskan jawabannya TIDAK BERSALAH, meski dengan keraguan, keraguan yg sepanjang film sering mereka sebut "reasonable doubt"-Keraguan yg Beralasan.
Dengan segenap teori dan gagasan-gagasan dalam kepalanya, Juri #8 memaparkan semua kemungkinan dengan bantuan diagram flat TKP, asal-muasal alat bukti pisau berbentuk unik sampai mempraktekkan cara berjalan pria tua penderita stroke yg dicocokkan dengan hitungan waktu oleh Juri #2 (John Fiedler). Semua aksinya itu ditentang keras oleh juri-juri lainnya, terutama Juri #3 (Lee J. Cobb) yg bertahan menentang hingga akhir seakan dia punya dendam pribadi pada remaja yg bahkan tidak dia kenal dan Juri #10 (Ed Begley) yg begitu gelisah berlama-lama berada di ruangan yg sama dengan 11 orang asing baginya. Ada pula Juri #7 (Jack Warden, so nice to see Jack Warden in the younger version) yg masabodo mau apa kek keputusannya, yg penting dia bisa cepat keluar dari sana untuk nonton pertandingan favoritnya, Juri #5 (Jack Kulgman) yg peragu, Juri #4 (E.G. Marshall) dan Juri #11 (Jiri Voskovec) yg pemikir, ingin memutuskan yg seadil-adilnya untuk terdakwa tapi harus yakin dulu dengan setiap fakta dan kesaksian. Sementara Juri #1 (Martin Balsam) menurut saya ya ngikut-ngikut saja. Dia tidak terlalu banyak memaparkan teori dari sudut pandangnya sendiri, juga tidak terlalu ngotot mempertahankan pendapatnya. Kemampuannya menahan emosi dan jadi pendengar khidmat mungkin yg jadi alasan dia dijadikan moderator diskusi.
Saya suka dan menikmati sekali nonton 12 Angry Men klasik ini. Film sederhana tanpa trik apapun, mengeksplorasi kemampuan seni peran setiap pemain di dalamnya, dilengkapi dialog-dialog cerdas dan secara halus membawa penonton paham pada ending yg tak terduga. Cocok buat penggemar film-film klasik, juga buat yg pengen lihat penampilan para bintang Generasi Emas Hollywood. You won't see them in any nowadays' movie.
Ok. segini dulu, guys. See you soon.
Wassalam and stay healthy, stay safe.
Komentar
Posting Komentar