Assalamu'alaikum. Good day.
Apparently, one month one post? Hihihi. Ampun dah. Nggak produktif blas! Yg mau saya ceritakan sekarang seputar film terbaru Bulan Juli-Agustus 2019. Selain Fast And Furious : Hobbs and Shaw ini, ada Lion King, juga sedang tayang di berbagai bioskop di Indonesia dengan jumlah penonton tidak kalah banyaknya. Sebenarnya akhir Juli kemaren saya dan keluarga nonton Stuber (2019), so aturan film yg dibintangi Dave Bautista dan Iko Uwais itu dulu yg saya pasang di blog sekarang, but it's ok-lah. Saya mulai dari yg paling akhir ditonton dulu deh. Alasannya seperti biasa, mumpung masih segar di ingatan.
Sejatinya saya bukan penggemar film-film laga yg pure action dengan para bintang yg cuma pamer otot dan kekerasan, apalagi kalo sudah berjilid nggak kelar-kelar. Kalau lebih berkelas, malah saya cari. Maksudnya gimana? Ya film-film genre action yg di dalamnya masih mementingkan skill seni peran, adegan baku hantamnya realistis dan skenarionya bagus. Masih pake mikir gitu, jadi penonton diajak pinter. Anti klimaks juga tidak apa-apa. Biasanya yg saya suka itu, action-nya memang tidak berdiri sendiri. Ada genre pendamping juga, misalnya nih : action drama, action thriller, action crime. Contohnya seperti film-film James Bond, Jason Bourne atau Mission Impossible. Kalo bintangnya para aktor yg mengandalkan otot tapi minim skill akting, saya kurang suka. Artinya, sampai pada taraf : "Ada ya ditonton. Tidak ada ya nggak dicari." Berhitung kalo mesti repot-repot ke bioskop hanya untuk film-film mereka, nggak deh. Contoh nih, film-film yg dibintangi The Rock, Van Damme, Arnold Schwarzenegger, Steven Seagal dan yg terakhir kemarin, Dave Bautista. Meski untuk Seagal kadang saya punya pengecualian yakni kalo lagi mood, mau nonton saban ada film-nya di channel movies MNC Vision di rumah hanya sekadar pengen lihat skill aikido-nya kicking some a*s! Hehehe.
Villain-nya Idris Elba sebagai Brixton Lore, semacam manusia robot yg dimodifikasi dari hasil genetika cyber menjadi mesin pembunuh tangguh dan mematikan. Dibilang mirip Robocop kurang pas karena dia masih punya pikiran, perasaan dan menyimpan memori layaknya manusia. Mungkin tepatnya disebut Terminator versi lentur kali' ya? Semua gerakannya persis kayak manusia kecuali dalam tubuhnya yg sebenarnya dulu sudah mati dibunuh Deckard Shaw (Jason Statham) itu bersemayam seonggok mesin. Saban Shaw dan Hobbs (Dwayne Johnson) atau siapapun dan apapun akan melancarkan serangan, dia bisa men-detect sehingga punya kesempatan menghindar duluan krn ada visualisasi layar monitor. Dalam tulang belakangnya juga ditanami semacam perangkat listrik yg rumit. Halah, malah ku bingung dengan penjelasan sendiri! I'm like "What?! Stop talking now!" Hahaha. Lha dia nggak apa-apa tuh kesetrum. Ya gitu deh pokoknya yaa. Intinya, Brixton ini tidak akan mati kecuali dimatikan (system shut-down) oleh organisasi teroris tempatnya mengabdi, Eteon.
Film dimulai dengan segerombolan agen MI6 pimpinan agen wanita bernama Hattie Shaw yg mencoba mengambil alih Virus Snowflake. Snowflake bisa diprogram untuk memusnahkan umat manusia di muka bumi. Virus ini milik organisasi teroris Eteon. Namun sebelum misi mereka selesai, Brixton tiba dan membunuh semua agen yg tersisa kecuali Hattie yg berhasil kabur. Hattie tidak punya pilihan lain kecuali menginjeksikan Snowflake ke dalam tubuhnya sebelum melarikan diri karena mustahil membawa penyimpannya yg berat. Hattie diframe sebagai pengkhianat yg menghabisi semua anak buahnya. Akibatnya, dia jadi target MI6 sekaligus Brixton dengan pasukannya yg mematikan. Hobbs di Amerika dan Shaw di Inggris masing-masing didatangi agen CIA untuk dimintai bantuan melumpuhkan Brixton dan Eteon. Mereka harus bekerjasama mencari Hattie dan mengamankan Virus Snowflake. Hattie bisa mereka temukan, tapi tidak mudah menaklukkan adik kandung Deckard itu.
Vanessa Kirby jadi scene-stealer banget. Saya suka dengan aksi dan gayanya. Mengingatkan pada Lea Seydoux dalam James Bond's Spectre (2015) yg muram dan skeptis. Ini pertamakalinya saya lihat performance-nya. And i'm impressed. Dalam kekalutan sebagai inang dari virus berbahaya yg akan membinasakan tubuhnya dalam hitungan hari, dia selalu berhasil menguasai diri dan selalu siap bertarung dengan gagah berani. Love interest Shaw dibawakan oleh si cantik Eiza Gonzalez (agen asal Rusia, Madam M) yg muncul sebentar saja jelang akhir film. Mungkin kalau ada yg saya sayangkan adalah tidak adanya scene Madam M disiksa Brixton karena terbukti berkhianat.
Wajah-wajah familiar sebagai pemeran pendukung antara lain Eddie Marsan (Professor Andreiko), Cliff Curtis (Jonah Hobbs), Ryan Reynold (Locke-surprisingly uncredited!) dan Kevin Hart (Air Marshall Dinkley).
Melalui manipulasi media massa yg dikuasai Eteon, Brixton juga berhasil menyebar foto Hobbs dan Shaw sebagai buronan. Meski ini film action, ada banyak adegan lucunya dan beberapa bisa bikin saya ketawa, misalnya setiap Hobbs dan Shaw adu mulut saling mencela, saat ibu Samoa-nya Hobbs (Sefina, diperankan oleh Lori Pelenise Tuisano) pertamakali muncul dan adegan Hobbs dan Shaw akan masuk pintu masuk Eteon yg di dalamnya dijaga para hencmen-nya Brixton. Kocak bener!
So, dari sejak Hattie kabur itu, adegan demi adegan bergulir. Hobbs dan Shaw yg di awal begitu sulit akur punya chemistry yg kuat pada paruh kedua film. Ada percakapan tapi dominan perkelahian, tembak-tembakan, kejar-kejaran, bunuh-bunuhan. Image film Fast and Furious yg identik dengan kejar-kejaran mobil, syaratnya 'dapet' banget pada adegan Shaw, Hobbs dan sodara-sodara Samoa-nya menggagalkan penerbangan helikopter dan ketika Brixton mengejar trio jagoan di jalanan dan di kawasan industri. Semua dikemas spektakuler dan megah sekali. Saya terkesan. Rasanya terakhir lihat film pure laga keren begini waktu nonton The Expendables 3 (2014) deh. Sudah lama banget!
Bintang 1-5?
Untuk Skenario ****
Untuk Akting ***
Untuk Soundtrack ****
Untuk Aksi *****
Keseluruhan ****
Apparently, one month one post? Hihihi. Ampun dah. Nggak produktif blas! Yg mau saya ceritakan sekarang seputar film terbaru Bulan Juli-Agustus 2019. Selain Fast And Furious : Hobbs and Shaw ini, ada Lion King, juga sedang tayang di berbagai bioskop di Indonesia dengan jumlah penonton tidak kalah banyaknya. Sebenarnya akhir Juli kemaren saya dan keluarga nonton Stuber (2019), so aturan film yg dibintangi Dave Bautista dan Iko Uwais itu dulu yg saya pasang di blog sekarang, but it's ok-lah. Saya mulai dari yg paling akhir ditonton dulu deh. Alasannya seperti biasa, mumpung masih segar di ingatan.
Sejatinya saya bukan penggemar film-film laga yg pure action dengan para bintang yg cuma pamer otot dan kekerasan, apalagi kalo sudah berjilid nggak kelar-kelar. Kalau lebih berkelas, malah saya cari. Maksudnya gimana? Ya film-film genre action yg di dalamnya masih mementingkan skill seni peran, adegan baku hantamnya realistis dan skenarionya bagus. Masih pake mikir gitu, jadi penonton diajak pinter. Anti klimaks juga tidak apa-apa. Biasanya yg saya suka itu, action-nya memang tidak berdiri sendiri. Ada genre pendamping juga, misalnya nih : action drama, action thriller, action crime. Contohnya seperti film-film James Bond, Jason Bourne atau Mission Impossible. Kalo bintangnya para aktor yg mengandalkan otot tapi minim skill akting, saya kurang suka. Artinya, sampai pada taraf : "Ada ya ditonton. Tidak ada ya nggak dicari." Berhitung kalo mesti repot-repot ke bioskop hanya untuk film-film mereka, nggak deh. Contoh nih, film-film yg dibintangi The Rock, Van Damme, Arnold Schwarzenegger, Steven Seagal dan yg terakhir kemarin, Dave Bautista. Meski untuk Seagal kadang saya punya pengecualian yakni kalo lagi mood, mau nonton saban ada film-nya di channel movies MNC Vision di rumah hanya sekadar pengen lihat skill aikido-nya kicking some a*s! Hehehe.
Kalau para aktor laga seperti Tom Cruise, Matt Damon, Sean Connery, Jet Li atau Bruce Willis itu kan ukuran badannya biasa-biasa saja, masih dalam batas wajar. Connery memang pernah jadi binaragawan ya, tapi otot bisep dan bodi binaragawan tidak terlalu mencolok kan? Tidak perlu tampil besar berotot untuk dikenali sebagai jagoan itu menurut saya bukan hal sepele. Nah di situlah menurut saya letak kemampuan seni peran. Bagaimana mereka mengolah karakter mendatangkan kesan seperti itu. Well, tapi sesekali perlu kompromi dengan keinginan anak. Nggak rugi-rugi amatan kalo nonton juga. Toh jadi punya bahan nge-blog. Dan yg saya jabarkan di atas itu soal selera saja. Oranglain bisa jadi berkata sebaliknya.
Balik ke film Fast and Furious : Hobbs and Shaw, karena tidak pernah mencari nonton film-film The Rock maupun The Fast and The Furious sebelumnya, saya tidak tahu kalau ini film spin off Fast and Furious yg mana Dwayne Johnson dan Jason Statham tampil bersama. Sebelum ini mereka sudah tampil dalam The Fate of the Furious (2017) bersama Vin Diesel, Charlize Theron, Tyrese Gibson, Kurt Russell dan Michelle Rodriguez. Yg saya tahu film The Fast and The Furious atau yg nggak pake "The" ini banyak sekali, bahkan pernah ada saudara sebangsa setanah air Indonesia ikut memperkuat jajaran casts-nya Fast and Furious (2013) : Joe Taslim. Dulu pernah sih nonton yg pertama dan kedua saja, waktu masih ada mendiang Paul Walker. Yg kedua nggak tuntas nontonnya. Itu masanya masih keren banget. Abis itu nyadar ini bukan genre action favorit saya. Of course pendapat pribadi ya. Tidak ada benar salah melainkan soal selera saja.
Baru tahu kalo ini spin off justru dari anakku yg ngajak nonton film tadi siang. Berdua-duaan kami nonton di CGV Panakukkang Square setelah minggu lalu dengan Papanya nonton Stuber di tempat yg sama. Sejak minggu lalu memang anak ini sudah nyebut-nyebut pengen nonton Hobbs and Shaw. Krn usianya sudah 17 tahun, tak mengapa dong nonton film ini. Alasan lain nyadar spin off tadi karena melihat sekilas kemunculan Helen Mirren (as Queenie, ibu dari Shaw dan adiknya, Hattie--diperankan dengan cool sekali oleh Vanessa Kirby). Queenie hanya muncul sekitar 5-7 menit dalam film ini dan mereka tidak mungkin masang aktris sekaliber Helen Mirren hanya untuk duduk sebagai napi yg menerima tamu di penjara kan? Di situ saya sadar kalau ini bukan penampilan pertama Mirren-Statham-Johnson dalam Fast and Furious. Dan pulang-pulang juga baru nyari tahu kenapa Vin Diesel tidak diikutkan lagi. Alasannya karena dia bermasalah dengan Dwayne Johnson di dunia nyata. Ku kira ini film tersendiri, tidak ada hubungannya dengan The Fast and Furious yg banyak itu. Ternyata salah, pemirsa! Jadi gampangnya, ini tuh film Fast and Furious 8. Begitu.
Balik ke film Fast and Furious : Hobbs and Shaw, karena tidak pernah mencari nonton film-film The Rock maupun The Fast and The Furious sebelumnya, saya tidak tahu kalau ini film spin off Fast and Furious yg mana Dwayne Johnson dan Jason Statham tampil bersama. Sebelum ini mereka sudah tampil dalam The Fate of the Furious (2017) bersama Vin Diesel, Charlize Theron, Tyrese Gibson, Kurt Russell dan Michelle Rodriguez. Yg saya tahu film The Fast and The Furious atau yg nggak pake "The" ini banyak sekali, bahkan pernah ada saudara sebangsa setanah air Indonesia ikut memperkuat jajaran casts-nya Fast and Furious (2013) : Joe Taslim. Dulu pernah sih nonton yg pertama dan kedua saja, waktu masih ada mendiang Paul Walker. Yg kedua nggak tuntas nontonnya. Itu masanya masih keren banget. Abis itu nyadar ini bukan genre action favorit saya. Of course pendapat pribadi ya. Tidak ada benar salah melainkan soal selera saja.
Baru tahu kalo ini spin off justru dari anakku yg ngajak nonton film tadi siang. Berdua-duaan kami nonton di CGV Panakukkang Square setelah minggu lalu dengan Papanya nonton Stuber di tempat yg sama. Sejak minggu lalu memang anak ini sudah nyebut-nyebut pengen nonton Hobbs and Shaw. Krn usianya sudah 17 tahun, tak mengapa dong nonton film ini. Alasan lain nyadar spin off tadi karena melihat sekilas kemunculan Helen Mirren (as Queenie, ibu dari Shaw dan adiknya, Hattie--diperankan dengan cool sekali oleh Vanessa Kirby). Queenie hanya muncul sekitar 5-7 menit dalam film ini dan mereka tidak mungkin masang aktris sekaliber Helen Mirren hanya untuk duduk sebagai napi yg menerima tamu di penjara kan? Di situ saya sadar kalau ini bukan penampilan pertama Mirren-Statham-Johnson dalam Fast and Furious. Dan pulang-pulang juga baru nyari tahu kenapa Vin Diesel tidak diikutkan lagi. Alasannya karena dia bermasalah dengan Dwayne Johnson di dunia nyata. Ku kira ini film tersendiri, tidak ada hubungannya dengan The Fast and Furious yg banyak itu. Ternyata salah, pemirsa! Jadi gampangnya, ini tuh film Fast and Furious 8. Begitu.
Villain-nya Idris Elba sebagai Brixton Lore, semacam manusia robot yg dimodifikasi dari hasil genetika cyber menjadi mesin pembunuh tangguh dan mematikan. Dibilang mirip Robocop kurang pas karena dia masih punya pikiran, perasaan dan menyimpan memori layaknya manusia. Mungkin tepatnya disebut Terminator versi lentur kali' ya? Semua gerakannya persis kayak manusia kecuali dalam tubuhnya yg sebenarnya dulu sudah mati dibunuh Deckard Shaw (Jason Statham) itu bersemayam seonggok mesin. Saban Shaw dan Hobbs (Dwayne Johnson) atau siapapun dan apapun akan melancarkan serangan, dia bisa men-detect sehingga punya kesempatan menghindar duluan krn ada visualisasi layar monitor. Dalam tulang belakangnya juga ditanami semacam perangkat listrik yg rumit. Halah, malah ku bingung dengan penjelasan sendiri! I'm like "What?! Stop talking now!" Hahaha. Lha dia nggak apa-apa tuh kesetrum. Ya gitu deh pokoknya yaa. Intinya, Brixton ini tidak akan mati kecuali dimatikan (system shut-down) oleh organisasi teroris tempatnya mengabdi, Eteon.
Film dimulai dengan segerombolan agen MI6 pimpinan agen wanita bernama Hattie Shaw yg mencoba mengambil alih Virus Snowflake. Snowflake bisa diprogram untuk memusnahkan umat manusia di muka bumi. Virus ini milik organisasi teroris Eteon. Namun sebelum misi mereka selesai, Brixton tiba dan membunuh semua agen yg tersisa kecuali Hattie yg berhasil kabur. Hattie tidak punya pilihan lain kecuali menginjeksikan Snowflake ke dalam tubuhnya sebelum melarikan diri karena mustahil membawa penyimpannya yg berat. Hattie diframe sebagai pengkhianat yg menghabisi semua anak buahnya. Akibatnya, dia jadi target MI6 sekaligus Brixton dengan pasukannya yg mematikan. Hobbs di Amerika dan Shaw di Inggris masing-masing didatangi agen CIA untuk dimintai bantuan melumpuhkan Brixton dan Eteon. Mereka harus bekerjasama mencari Hattie dan mengamankan Virus Snowflake. Hattie bisa mereka temukan, tapi tidak mudah menaklukkan adik kandung Deckard itu.
Vanessa Kirby jadi scene-stealer banget. Saya suka dengan aksi dan gayanya. Mengingatkan pada Lea Seydoux dalam James Bond's Spectre (2015) yg muram dan skeptis. Ini pertamakalinya saya lihat performance-nya. And i'm impressed. Dalam kekalutan sebagai inang dari virus berbahaya yg akan membinasakan tubuhnya dalam hitungan hari, dia selalu berhasil menguasai diri dan selalu siap bertarung dengan gagah berani. Love interest Shaw dibawakan oleh si cantik Eiza Gonzalez (agen asal Rusia, Madam M) yg muncul sebentar saja jelang akhir film. Mungkin kalau ada yg saya sayangkan adalah tidak adanya scene Madam M disiksa Brixton karena terbukti berkhianat.
Wajah-wajah familiar sebagai pemeran pendukung antara lain Eddie Marsan (Professor Andreiko), Cliff Curtis (Jonah Hobbs), Ryan Reynold (Locke-surprisingly uncredited!) dan Kevin Hart (Air Marshall Dinkley).
Melalui manipulasi media massa yg dikuasai Eteon, Brixton juga berhasil menyebar foto Hobbs dan Shaw sebagai buronan. Meski ini film action, ada banyak adegan lucunya dan beberapa bisa bikin saya ketawa, misalnya setiap Hobbs dan Shaw adu mulut saling mencela, saat ibu Samoa-nya Hobbs (Sefina, diperankan oleh Lori Pelenise Tuisano) pertamakali muncul dan adegan Hobbs dan Shaw akan masuk pintu masuk Eteon yg di dalamnya dijaga para hencmen-nya Brixton. Kocak bener!
So, dari sejak Hattie kabur itu, adegan demi adegan bergulir. Hobbs dan Shaw yg di awal begitu sulit akur punya chemistry yg kuat pada paruh kedua film. Ada percakapan tapi dominan perkelahian, tembak-tembakan, kejar-kejaran, bunuh-bunuhan. Image film Fast and Furious yg identik dengan kejar-kejaran mobil, syaratnya 'dapet' banget pada adegan Shaw, Hobbs dan sodara-sodara Samoa-nya menggagalkan penerbangan helikopter dan ketika Brixton mengejar trio jagoan di jalanan dan di kawasan industri. Semua dikemas spektakuler dan megah sekali. Saya terkesan. Rasanya terakhir lihat film pure laga keren begini waktu nonton The Expendables 3 (2014) deh. Sudah lama banget!
Kalau anda nyari film yg mengeksplor kemampuan akting mungkin ini bukan pilihan yg tepat (kecuali bila Helen Mirren diberi jatah tampil lebih banyak). Tapi bila anda adegan dan aksi-aksi laga pemicu adrenalin, kejar-kejaran dan adu otot kekinian, film ini jadi pilihan terbaik sampai saat ini. Dijamin nggak bakalan nyesel. Soundtracks-nya juga megah. Ditambah dengan aksi berkelahi dengan tangan kosong maupun bersenjatanya kuartet Johnson, Elba, Kirby dan Statham. Dan adegan Brixton melewati bagian bawah truk dengan motornya? Wow, i've never seen thing like that before--belum pernah kulihat yg seperti itu di film manapun!
Film yg diproduseri Jason Statham ini berdurasi 135 menit, disutradarai David Leitch. Sampai sini saja yaa. Banyak yg belum nonton kan? Nanti malah tebar spoilers. Hehehe. Soal rating, ini film dewasa sebenernya, tapi nggak apa-apa kalau mau ngajak anak-anak usia 13 tahun asal tetap dalam pengawasan ye ibu-ibu dan bapak-bapak. Soalnya ada sedikit scene di pub dan sekali adegan ciuman Shaw dan Madam M. Selebihnya pure action. Aman.
Bintang 1-5?
Untuk Skenario ****
Untuk Akting ***
Untuk Soundtrack ****
Untuk Aksi *****
Keseluruhan ****
Nonton Film Fast and furious hobbs and shaw 2019 Disini Juga Bisa Kak, Film nya Bagus dan update terus loh
BalasHapusKlik Aja --->>> KeBioskop21 <<<--- Klik Aja