Assalamu'alaikum, good day.
Sebenarnya yg pengen diceritain duluan yg ada kaitannya dengan sepakbola mumpung momennya belum lama-lama amat berlalu. Sudah dibikin catetan segala, tapi foto yg terkumpul belum komplit. Nyusul aja deh. Ini masih setia ngetik dengan android, segalanya termasuk upload gambar juga serba coba-coba, jadi setiap kelar dua paragraf, saya hit "publish/update" untuk nyimpen tulisan. Harap maklum yg baca di awal mungkin heran kok nggak kelar tulisannya... 🙏
Btw, dari minggu lalu pengen ngajak anak dan suami nonton film Sultan Agung. Pertama, ada unsur edukasi untuk anak. Kedua, ini film penghabisan untuk aktor Deddy Sutomo karena beliau wafat tak lama setelah produksi film selesai. Saya pengen lihat karya terakhirnya. Let's say, my way to say goodbye. Ketiga, kabarnya ini satu dari sedikit film Indonesia yg berkualitas tinggi ditinjau dari sudut autentikasi, sutradara memperhatikan betul detail sejarahnya. Tapi sempat heboh karena ada yg me-review dengan kritikan keras pake screenshot buku sejarah segala tapi baru terbongkar ternyata dia hanya nonton trailer-nya saja. Kecerobohan yg bikin blunder untuk diri sendiri.
Teman, cara terbaik me-review film adalaj ditonton secara utuh sampai kelar, kalau perlu sampai credit tittle tuntas bergulir. Dengarkan dan perhatikan semua. Buka-buka juga ulasan lain ttg film yg bersangkutan. Biar nggak nampak sok tahu. Reviewer harus tahu apa yg dibicarakan.
Nah mendadak batal nonton karena Suami nggak enak badan, pengen istirahat aja di rumah sebelum besok paginya balik Jakarta. Dia sih lagi sehat aja lebih suka di rumah cuci kamar mandi, bersihin kipas angin dan ganti-ganti bohlam putus ketimbang diajak jalan-jalan masaaa'... 😄
Senin barusan abis subuhan nganter suami ke bandara dan drop anak di sekolah. Biasanya sampe rumah abis mandi saya merangkak ke tempat tidur. Capek, kurang tidur. Jam 3 sudah bangun nyiapin sarapan, keperluan suami dan bekal anak. Rute nganternya sekarang makin jauh karena jarak dari bandara ke SMA anak lebih panjang dibanding waktu dia SMP. Tapi meski capek kemarin itu langsung menuju teve, ada film The Magnificent Seven. Bukan versi asli produksi tahun 1960 tapi versi terbaru produksi tahun 2016. Dan surprised sekali karena saya baru tahu The Magnificent Seven ada semacam remake-nya (tidak pernah tahu sebelumnya).
Tadinya saya kira ini jenis film average dengan aktor-aktor yg kurang familiar. Dan awalnya memang seperti itu karena wajah-wajah yg saya lihat semuanya baru dan tampak asing di mata : Matt Bomer, Chad Randall, sampai ke Byung-hun Lee pun masih belum ngeh. Karena saya nontonnya juga sudah di menit ke-30 dan tidak fokus jadinya ditinggal-tinggal masak makan siang anak, dll. Saya kelewatan banyak, termasuk kemunculan Peter Sarsgaard (Baron Bartholomew Bogue). Andai lihat Sarsgaard dari awal, setidaknya jadi bisa ngukur ini film seperti apa. Tapi meski belum fokus, saya nggak pake acara pindah-pindah channel.
Kalau sudah fokus, tidak butuh waktu lama untuk mengenali film bagus. Kantuk menguap. Satu-persatu muncul para aktor kawakan yg sudah lama nggak saya lihat penampilannya dalam film. yg muncul duluan Chris Pratt (Joshua Faraday). Yg ini sih lagi di puncak karir, sering wara-wiri di film-film box office masa kini. Yg lumayan sering nonton film kayak saya sampe bosen rasanya. Tapi perlu dicatet bahwa ketika ada dia, filmnya bukan film main-main. Yg saya maksud "aktor kawakan lama nggak muncul" dimulai dari Ethan Hawke (as Goodnight Robicheaux, si sniper sahabat Billy Rocks yg diperankan satu-satunya aktor asal Asia, Byung-hun Lee) dan berikutnya yg akan saya ceritakan. Mereka mulai jarang muncul. Tidak cukup sampai di situ, sekilas dengar suara yg saya kenal betul tanpa perlu lihat wajahnya dulu. Denzel Washington? Masa' sih? Kata saya dalam hati. Ternyata benar Washington! Saya nggak percaya karena baru saja terpikir pengen nonton The Equalizer, ternyata dikasih nonton di film lainnya yg keberadaannya juga baru tahu.
Kejutan buat saya masih berlanjut. Lupa juga di menit ke berapa saat aktor itu muncul. Awalnya sempat terpikir Brian Dennehy. Postur dan profilnya sudah cocok. Tinggi besar, bahu lebar dengan rambut dan jenggot putih. Tapi saya teringat usia Dennehy sudah masuk 80an tahun, bahkan dengan bantuan stuntman, tampaknya tetap berat. Apalagi saat dia bersuara, makin yakin itu bukan Brian Dennehy. Saya nebak-nebak apakah Vincent d'Onofrio? Coz if it's him, this is too good to be true! First Denzel than D'Onofrio? Setelah beberapa menit confirmed, that's him alright! Si penyandang julukan "Aktornya Aktor"~The Actor's Actor ini memerankan Pencari Jejak Pemberani bernama Jack Horne. Komplit senengnya. Setelah The Newton Boys (1998) dan Law and Order : Criminal Intent (2011), saya jadi malas nonton film-filmnya lagi karena belakangan sering jadi pemeran antagonis, ada pula yg tampil sebagai pecundang dan 'dimatikan' (tapi itu juga yg membuat dia dapat julukan itu : "Actor's actor", karena kualitas kerja dan bervariasinya peran yg dia mainkan). The Magnificent Seven boleh jadi tombo ati buat penggemar D'Onofrio. Setelah Jack Horne bergabung, mereka komplit menjadi tujuh.
Plot cerita filmnya sendiri tipikal film koboi lah. Satu kota kecil berisi penduduk tidak terdidik yg mudah ditakuti dikuasai oleh gerombolan penjahat. Begitu menakutkannya sampai sheriff setempat pun tidak bisa berkutik. Lalu datang sekelompok orang baik yg rela membantu penduduk lepas dari cengkeraman penjahat. Kadang mereka mengambil alih posisi penegak hukum, kadang juga mereka melanjutkan perjalanan atau malah mati di kota itu. Muter-muter di situ aja, tinggal gimana film makers meramunya jadi kisah seru dan menarik atau bermain dengan pemilihan casts, diangkat dari kisah nyata, ending anti klimaks, dst. Beberapa yg sukses dengan 'ramuan' itu sebut saja Open Range, Unforgiven, Tombstone, Lonesome Dove atau The Magnificent Seven versi asli sendiri.
Melalui IMDb jadi tahu kalau kisahnya tidak dibikin persis sama dengan film terdahulunya dan nama karakter juga tidak semuanya sama, tapi tetap dikatakan remake dan karakter-karakternya banyak terinspirasi dari versi original. Bagaimanapun, teteup jadi beban tersendiri bagi Denzel Washington, D'Onofrio, Hawke, Lee, Pratt, Manuel Garcia-Rulfo dan Martin Sensmeier untuk membawakan kembali film besar yg pernah sukses di masanya. Tidak mudah untuk tidak gagal atau minimal bisa menyamai tujuh legenda Yul Brynner, Eli Wallach, Charles Bronson, Steve McQueen, Robert Vaughn, James Coburn dan Horst Buchholz. Tapi nyatanya Washington Dkk boleh dikatakan sukses. Pengalaman akting sebagian besar dari mereka yg rata-rata di atas 20 tahunan cukup membantu film western pertama Washington dan Pratt ini tetap menarik sampai menit terakhir.
Sepanjang yg saya tahu, ada beberapa reuni terjadi di film ini. Denzel Washington dan Ethan Hawke yg sama-sama pernah tampil dalam film yg mengantar Washington meraih piala Oscar keduanya, Training Day juga kembali berkolaborasi untuk ketiga kalinya dengan sutradara Antoine Fuqua. Hawke dan Washington di Training Day, juga Hawke di Brooklyn's Finest (2009) dan Washington di The Equalizer (2014). Sepertinya Washington aktor kesayangannya nih.
Lalu ada Chris Pratt yg kembali bereuni dengan Jonathan Joss, co-star dalam film Parks and Recreation (2009) dan bersama Vincent d'Onofrio setelah sama-sama tampil di Jurassic World (2015). Vincent D'Onofrio dan Ethan Hawke juga pernah tampil bersama sebagai kakak-beradik dalam film The Newton Boys (1998), Little New York (2009), Brooklyn's Finest (2009) dan Sinister (2012). Dan menurut IMDb, ini film kedua kerjasama Haley Bennett dan Antoine Fuqua, juga Haley dan Denzel Washington setelah sama-sama pernah muncul di The Equalizer.
Berikut trivia pilihan dari IMDb yg saya terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia :
1. Kuda yg digunakan karakter Chris Pratt adalah kuda yg sama dengan yg digunakan dalam film War Horse (2011--ini juga film bagus).
2. Karakter yg dimainkan Chris Pratt menceritakan kisah lelaki yg jatuh dari gedung lima lantai. Di setiap lantai yg dilewati, orang-orang mendengarnya berkata, "sejauh ini, baik-baik saja." Ini sama dengan kisah yg juga diceritakan karakter yg diperankan Steve McQueen dalam The Magnificent Seven (1960), bedanya versinya melewati gedung 10 lantai.
3. Denzel Washington dan Chris Pratt adalah dua aktor yg pertama terpilih karena keduanya sudah lama menunjukkan ketertarikan yg sama terhadap film western. Antoine Fuqua mengaku mudah saja menentukan karakter yg akan diperankan Washington. Karakter untuk Pratt yg sempat membuatnya bingung. Baru ketika Pratt menyanyikan,"Oh, Shenandoah" lewat telepon, Fuqua segera menentukan Pratt akan memainkan karakter yg dulunya dibawakan McQueen.
4. Antoine Fuqua sempat kecewa ketika melakukan pertemuan dengan para eksekutif studio dan mengetahui semua casts akan diperankan aktor kulit putih. Menurutnya pilihan aktor kulit hitam dan asal Asia bisa meraih penonton dari kalangan yg lebih luas.
5. Film terakhir komposer handal James Horner.
6. Kabin yg ditempati Jack Horne juga digunakan dalam film True Grit (2010), di mana Cogburn menghajar suku Indian di balkon.
7. Tom Sizemore sempst dipertimbangkan untuk peran Jack Horne.
8. Pertempuran Antietam di mana Goodnight Robichaux mendapat julukannya "Malaikat Kematian" terjadi 17 tahun sebelum Pertempuran Rose Creek.
9. Original cast dari film The Magnificent Seven terdahulu, Robert Vaughn meninggal beberapa minggu setelah film premiere di Amerika.
10. Chris Pratt sedang berada di lokasi film ini ketika filmnya Jurrasic World sedang berjaya di jajaran film-film box office. Pratt mengatakan setiap pagi Denzel Washington sering meledeknya di lokasi,"Ini dia lelaki 100 juta dolar kita", begitu seterusnya setiap pagi sesuai update terbaru sampai,"Ini dia lelaki 500 juta dolar kita."
11. Menurut sutradara Antoine Fuqua, Martin Sensmeier memenangkan peran Red Harvest karena dia datang ke audisi dengan rambut rapih dan panjang sampai lutut. Dia lupa memberitahu Sensmeier bahwa rambutnya itu yg jadi selling-point. Ketika Sensmeier muncul di lokasi syuting dengan rambut yg sudah dipotong pendek, Fuqua sempat marah. Tapi kemudian dia terpikir potongan rambut ala mohawk.
12. Di akhir film, karakter yg diperankan Ethan Hawke berkata pada Billy Rocks,"Mari saya beritahu sesuatu yg pernah dikatakan ayah saya," diam dan melanjutkan,"well, banyak hal yg dikatakan ayahku." Bob Dylan mengatakan kalimat yg persis sama dalam acceptance speech Grammy Awards-nya.
Dari kubu villain ada wajah-wajah lama seperti Peter Sarsgaard dan Cam Gigandet. Saya juga nggak ngerti kenapa dua aktor yg sebenarnya baby-face dan innocent-face ini dijadikan villains. Kurang cocok aja rasanya. Gigandet yg kerap didapuk jadi anak baik-baik atau tokoh protagonis seperti yg saya saksikan di In The Blood (2014) dan Priest (2011) tampil jadi tokoh licik orang kepercayaan Bogue (McCann). Agak kurang meyakinkan. Sedang Peter Sarsgaard, setiap lihat dia kok saya tidak bisa tidak ingat dengan penampilan sesaatnya sebagai remaja baik-baik salah satu korban pembunuhan dalam film debut layar lebarnya, Dead Man Walking (1995). Padahal itu film puluhan tahun yg lalu dan setelah itu saya sering lihat dia dalam banyak film lainnya, tapi entah kenapa tokoh Walter Delacroix yg paling 'melekat' di ingatan. Ah, sayanya kali' aja yg nggak bisa move on. Heuheu...
Agak geli dan terheran-heran pula lihat tokoh jahat yg diperankan Peter Sarsgaard yg jadi penyebab semua kekacauan. Apa perlu dia tampil seperti pria dewasa pecandu opium yg kurang tidur dan tampak pilek sepanjang waktu untuk terlihat seperti gembong penjahat mengerikan? Really? Not too convincing, Mister. Pernah lihat peran-peran antagonis dan villains yg dibawakan Billy Drago, Peter Greene atau Christoph Waltz? Belum berkata-kata, baru lihat wajah dan senyum menyeringai mereka saja sudah cukup bikin bergidik ngeri. Padahal mereka tidak bersusah-payah tampak seperti sedang pilek, kurang tidur atau sikap dibuat-buat lainnya. No moustache, no beard to look scary. Itu baru sempurna dikatakan tokoh villain.
Anyway, Peter Sarsgaard sah-sah saja memerankan tokoh villain, untuk lawan satu-dua orang atau lebih, tapi nama para pemerannya pamornya paling tidak samalah dengan Sarsgaard. Kalau untuk begitu banyaknya tokoh pahlawan yg diperankan aktor-aktor besar seperti Washington, D'Onofrio, Hawke terasa kurang pas saja. Terkesan tidak seimbang (maksudnya bukan badan ya, tapi nama. Image). Bisa dimengerti tentu mereka tidak ingin karirnya terjebak peran-peran stereotype yg itu-itu saja. Sarsgaard dan Gigandet. Tapi bolehlah ya berandai-andai tokoh villain-nya minimal sekelas Christian Bale, Sean Penn, Robert Davi atau bahkan Vincent D'Onofrio sendiri. Sepertinya lebih meyakinkan. Itu pentolan gembongnya, nah tangan kanannya baru deh aktor-aktor seperti Peter Sarsgaard atau Cam Gigandet ini.
Yah, saya berandai-andai ataupun tidak berandai-andai juga tetap aja nggak jadi bintang film, tidak mengubah apapun. Jadi sekalian aja saya berandai-andai seakan-akan produser dan sutradara film. Main sutradara-sutradaraan. Yg penting jangan main presiden-presidenan. Nggak baek itu... 👻😁
Tokoh-tokoh utama dalam film ini diceritakan dekat satu sama lain. Salut untuk penulis skenario dan tim kreatif karena memperhatikan betul detail dan kesinambungan setiap scene. Dengan karakter Chisolm (Washington), semuanya terhubung. Penduduk kota karena butuh bantuan Chisolm Dkk, keenam pengikutnya juga patuh padanya sebagai pemimpin. Tapi di samping itu, di antara mereka pun ada yg akrab dan saling memperhatikan satu sama lain.
Pertama yg paling menonjol adalah Goodnight/Goody (Hawke) dan Rocks (Lee). Sejak awal perekrutan, mereka memang sudah bersama. Terlihat sangat dekat layaknya kakak dan adik. Bisa disaksikam dalam berbagai scenes. Ketika Goody tidak sanggup menarik pelatuk untuk menembak McCann (Gigandet) karena post war syndrome yg dideritanya, sebelum Faraday (Pratt) mempermalukan Goody, Rocks buru-buru mengambil senapan kawannya, memeriksa peluru dan berkata senapannya macet. Dia paham betul kegalauan Goody. Senjata baru dikembalikan saat mereka hanya berdua saja. Kedua saat Goody mengatakan pada Chisolm bahwa dia mengundurkan diri, Rocks yg sedih tampak minim-minum sendirian di bar. Dan di saat-saat terakhir pertempuran, Rocks masih menyebut "Goody." Diperlihatkan bagaimana ia memandang botol minuman sahabatnya.
Kedua adalah keakraban yg perlahan terjalin antara Horne (D'Onofrio) dan Red Harvest (Sensmeier). Sejak kebersamaan mereka, Sensmeier paling sering menggoda Horne (becandaan ala laki-laki), Horne pun sering membalas dengan ledekan. Ketika ia mati, jasadnya dibawa Harvest dengan cara meletakkan di atas kuda dan menuntun kuda menuju Chisolm. Dari raut wajah, jelas sekali kesedihannya. Horne dibunuh oleh Indian pihak Bogue, Denali (Jonathan Joss). Denali dihabisi oleh Harvest.
Ketiga, keakraban antara Orang Meksiko Vasquez (Manuel Garcia-Rulfo) dan Faraday. Berbeda dengan lainnya, awalnya mereka tidak saling suka. Faraday sering menyebut Vasquez "Texico" dan Vasquez sering menyebut Faraday "gero"-anak kecil tampan, sebutan yg dibenci Faraday karena ia menganggap dirinya pria besar tangguh. Ketika pertempuran besar terjadi, banyak scenes menampilkan seberapa sering Vasquez melindungi Faraday dengan tembakan-tembakannya. Ketika salah satu dari mereka mati, satunya yg ditanyai Chisolm.
Faraday yg di awal film harus berhadapan dengan dua bersaudara dungu Dicky (Walker Babington) dan Earl (Thomas Blake Jr), memainkan trik kartu Jack Bermata Satu. Dengan cara itu, ia berhasil lolos dari aksi penembakan terhadap dirinya, menembak mati Dicky tapi melepaskan Earl yg hanya terluka di telinga. Di akhir film ketika ia terpojok saat berhadapan dengan regu tembak Bogue di mana Earl juga ada di sana, sebelum meledakkan dinamit, dia berkata,"aku selalu beruntung dengan Jack Bermata Satu." Kartu itu ada di saku rompinya. Saat merampas amunisi di pertengahan film, Faraday juga yg berkata,"sudah lama saya memang ingin meledakkan sesuatu."
Tidak lupa Emma Cullen (Haley Benett). Suami tercinta si cantik berambut pirang strawberry ditembak mati oleh Bogue di depan gereja. Pada akhir film, dia yg membunuh Bogue, di dalam gereja. Dan di nisan para martir, disematkan apa yg identik dengan mereka semasa hidup.
Secara keseluruhan, saya suka film ini. Dari dulu film koboi favorit saya nggak pernah nambah, hanya dua. Tombstone dan Lonesome Dove. Itupun Lonesome Dove itu mini series teve, kurang tepat dikatakan film layar lebar. Sekarang jadi nambah satu : The Magnificent Seven. Mostly karena casts, tidak ada adegan mesum (PG-13, sebuah tantangan untuk film western bisa absen dari adegan-adegan dewasa tapi tetap laris) dan itu tadi, detail dan kesinambungan ceritanya yg terbaik. Andai bukan karena casts-nya, filmnya lumayan saja. Pilihan ras dalam kelompok ini juga sempurna betul. Mewakili afro-America, Latino, kaukasia, Asia dan Suku Indian mengingat ketujuh tokoh dalam film original-nya kesemuanya kaukasia (kulit putih).
Satu hal yg mengecewakan adalah akhir film yg anti klimaks. Ada empat dari tujuh tokoh utama yg mati. Well, kalau nggak satupun yg mati juga tidak terlihat realistis, tapi empat yo kebanyakan. Hiks. Walaupun pengen, saya tidak bisa cerita tentang film terdahulunya sebagai pembanding karena belum pernah nonton full. Tapi theme song dari film versi asli itu diperdengarkan di akhir film remake ini. Sampai di sini dulu. See you, Wassalam.
Sebenarnya yg pengen diceritain duluan yg ada kaitannya dengan sepakbola mumpung momennya belum lama-lama amat berlalu. Sudah dibikin catetan segala, tapi foto yg terkumpul belum komplit. Nyusul aja deh. Ini masih setia ngetik dengan android, segalanya termasuk upload gambar juga serba coba-coba, jadi setiap kelar dua paragraf, saya hit "publish/update" untuk nyimpen tulisan. Harap maklum yg baca di awal mungkin heran kok nggak kelar tulisannya... 🙏
Btw, dari minggu lalu pengen ngajak anak dan suami nonton film Sultan Agung. Pertama, ada unsur edukasi untuk anak. Kedua, ini film penghabisan untuk aktor Deddy Sutomo karena beliau wafat tak lama setelah produksi film selesai. Saya pengen lihat karya terakhirnya. Let's say, my way to say goodbye. Ketiga, kabarnya ini satu dari sedikit film Indonesia yg berkualitas tinggi ditinjau dari sudut autentikasi, sutradara memperhatikan betul detail sejarahnya. Tapi sempat heboh karena ada yg me-review dengan kritikan keras pake screenshot buku sejarah segala tapi baru terbongkar ternyata dia hanya nonton trailer-nya saja. Kecerobohan yg bikin blunder untuk diri sendiri.
Teman, cara terbaik me-review film adalaj ditonton secara utuh sampai kelar, kalau perlu sampai credit tittle tuntas bergulir. Dengarkan dan perhatikan semua. Buka-buka juga ulasan lain ttg film yg bersangkutan. Biar nggak nampak sok tahu. Reviewer harus tahu apa yg dibicarakan.
Nah mendadak batal nonton karena Suami nggak enak badan, pengen istirahat aja di rumah sebelum besok paginya balik Jakarta. Dia sih lagi sehat aja lebih suka di rumah cuci kamar mandi, bersihin kipas angin dan ganti-ganti bohlam putus ketimbang diajak jalan-jalan masaaa'... 😄
Senin barusan abis subuhan nganter suami ke bandara dan drop anak di sekolah. Biasanya sampe rumah abis mandi saya merangkak ke tempat tidur. Capek, kurang tidur. Jam 3 sudah bangun nyiapin sarapan, keperluan suami dan bekal anak. Rute nganternya sekarang makin jauh karena jarak dari bandara ke SMA anak lebih panjang dibanding waktu dia SMP. Tapi meski capek kemarin itu langsung menuju teve, ada film The Magnificent Seven. Bukan versi asli produksi tahun 1960 tapi versi terbaru produksi tahun 2016. Dan surprised sekali karena saya baru tahu The Magnificent Seven ada semacam remake-nya (tidak pernah tahu sebelumnya).
Tadinya saya kira ini jenis film average dengan aktor-aktor yg kurang familiar. Dan awalnya memang seperti itu karena wajah-wajah yg saya lihat semuanya baru dan tampak asing di mata : Matt Bomer, Chad Randall, sampai ke Byung-hun Lee pun masih belum ngeh. Karena saya nontonnya juga sudah di menit ke-30 dan tidak fokus jadinya ditinggal-tinggal masak makan siang anak, dll. Saya kelewatan banyak, termasuk kemunculan Peter Sarsgaard (Baron Bartholomew Bogue). Andai lihat Sarsgaard dari awal, setidaknya jadi bisa ngukur ini film seperti apa. Tapi meski belum fokus, saya nggak pake acara pindah-pindah channel.
Kalau sudah fokus, tidak butuh waktu lama untuk mengenali film bagus. Kantuk menguap. Satu-persatu muncul para aktor kawakan yg sudah lama nggak saya lihat penampilannya dalam film. yg muncul duluan Chris Pratt (Joshua Faraday). Yg ini sih lagi di puncak karir, sering wara-wiri di film-film box office masa kini. Yg lumayan sering nonton film kayak saya sampe bosen rasanya. Tapi perlu dicatet bahwa ketika ada dia, filmnya bukan film main-main. Yg saya maksud "aktor kawakan lama nggak muncul" dimulai dari Ethan Hawke (as Goodnight Robicheaux, si sniper sahabat Billy Rocks yg diperankan satu-satunya aktor asal Asia, Byung-hun Lee) dan berikutnya yg akan saya ceritakan. Mereka mulai jarang muncul. Tidak cukup sampai di situ, sekilas dengar suara yg saya kenal betul tanpa perlu lihat wajahnya dulu. Denzel Washington? Masa' sih? Kata saya dalam hati. Ternyata benar Washington! Saya nggak percaya karena baru saja terpikir pengen nonton The Equalizer, ternyata dikasih nonton di film lainnya yg keberadaannya juga baru tahu.
Kejutan buat saya masih berlanjut. Lupa juga di menit ke berapa saat aktor itu muncul. Awalnya sempat terpikir Brian Dennehy. Postur dan profilnya sudah cocok. Tinggi besar, bahu lebar dengan rambut dan jenggot putih. Tapi saya teringat usia Dennehy sudah masuk 80an tahun, bahkan dengan bantuan stuntman, tampaknya tetap berat. Apalagi saat dia bersuara, makin yakin itu bukan Brian Dennehy. Saya nebak-nebak apakah Vincent d'Onofrio? Coz if it's him, this is too good to be true! First Denzel than D'Onofrio? Setelah beberapa menit confirmed, that's him alright! Si penyandang julukan "Aktornya Aktor"~The Actor's Actor ini memerankan Pencari Jejak Pemberani bernama Jack Horne. Komplit senengnya. Setelah The Newton Boys (1998) dan Law and Order : Criminal Intent (2011), saya jadi malas nonton film-filmnya lagi karena belakangan sering jadi pemeran antagonis, ada pula yg tampil sebagai pecundang dan 'dimatikan' (tapi itu juga yg membuat dia dapat julukan itu : "Actor's actor", karena kualitas kerja dan bervariasinya peran yg dia mainkan). The Magnificent Seven boleh jadi tombo ati buat penggemar D'Onofrio. Setelah Jack Horne bergabung, mereka komplit menjadi tujuh.
Plot cerita filmnya sendiri tipikal film koboi lah. Satu kota kecil berisi penduduk tidak terdidik yg mudah ditakuti dikuasai oleh gerombolan penjahat. Begitu menakutkannya sampai sheriff setempat pun tidak bisa berkutik. Lalu datang sekelompok orang baik yg rela membantu penduduk lepas dari cengkeraman penjahat. Kadang mereka mengambil alih posisi penegak hukum, kadang juga mereka melanjutkan perjalanan atau malah mati di kota itu. Muter-muter di situ aja, tinggal gimana film makers meramunya jadi kisah seru dan menarik atau bermain dengan pemilihan casts, diangkat dari kisah nyata, ending anti klimaks, dst. Beberapa yg sukses dengan 'ramuan' itu sebut saja Open Range, Unforgiven, Tombstone, Lonesome Dove atau The Magnificent Seven versi asli sendiri.
Melalui IMDb jadi tahu kalau kisahnya tidak dibikin persis sama dengan film terdahulunya dan nama karakter juga tidak semuanya sama, tapi tetap dikatakan remake dan karakter-karakternya banyak terinspirasi dari versi original. Bagaimanapun, teteup jadi beban tersendiri bagi Denzel Washington, D'Onofrio, Hawke, Lee, Pratt, Manuel Garcia-Rulfo dan Martin Sensmeier untuk membawakan kembali film besar yg pernah sukses di masanya. Tidak mudah untuk tidak gagal atau minimal bisa menyamai tujuh legenda Yul Brynner, Eli Wallach, Charles Bronson, Steve McQueen, Robert Vaughn, James Coburn dan Horst Buchholz. Tapi nyatanya Washington Dkk boleh dikatakan sukses. Pengalaman akting sebagian besar dari mereka yg rata-rata di atas 20 tahunan cukup membantu film western pertama Washington dan Pratt ini tetap menarik sampai menit terakhir.
Sepanjang yg saya tahu, ada beberapa reuni terjadi di film ini. Denzel Washington dan Ethan Hawke yg sama-sama pernah tampil dalam film yg mengantar Washington meraih piala Oscar keduanya, Training Day juga kembali berkolaborasi untuk ketiga kalinya dengan sutradara Antoine Fuqua. Hawke dan Washington di Training Day, juga Hawke di Brooklyn's Finest (2009) dan Washington di The Equalizer (2014). Sepertinya Washington aktor kesayangannya nih.
Lalu ada Chris Pratt yg kembali bereuni dengan Jonathan Joss, co-star dalam film Parks and Recreation (2009) dan bersama Vincent d'Onofrio setelah sama-sama tampil di Jurassic World (2015). Vincent D'Onofrio dan Ethan Hawke juga pernah tampil bersama sebagai kakak-beradik dalam film The Newton Boys (1998), Little New York (2009), Brooklyn's Finest (2009) dan Sinister (2012). Dan menurut IMDb, ini film kedua kerjasama Haley Bennett dan Antoine Fuqua, juga Haley dan Denzel Washington setelah sama-sama pernah muncul di The Equalizer.
Berikut trivia pilihan dari IMDb yg saya terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia :
1. Kuda yg digunakan karakter Chris Pratt adalah kuda yg sama dengan yg digunakan dalam film War Horse (2011--ini juga film bagus).
2. Karakter yg dimainkan Chris Pratt menceritakan kisah lelaki yg jatuh dari gedung lima lantai. Di setiap lantai yg dilewati, orang-orang mendengarnya berkata, "sejauh ini, baik-baik saja." Ini sama dengan kisah yg juga diceritakan karakter yg diperankan Steve McQueen dalam The Magnificent Seven (1960), bedanya versinya melewati gedung 10 lantai.
3. Denzel Washington dan Chris Pratt adalah dua aktor yg pertama terpilih karena keduanya sudah lama menunjukkan ketertarikan yg sama terhadap film western. Antoine Fuqua mengaku mudah saja menentukan karakter yg akan diperankan Washington. Karakter untuk Pratt yg sempat membuatnya bingung. Baru ketika Pratt menyanyikan,"Oh, Shenandoah" lewat telepon, Fuqua segera menentukan Pratt akan memainkan karakter yg dulunya dibawakan McQueen.
4. Antoine Fuqua sempat kecewa ketika melakukan pertemuan dengan para eksekutif studio dan mengetahui semua casts akan diperankan aktor kulit putih. Menurutnya pilihan aktor kulit hitam dan asal Asia bisa meraih penonton dari kalangan yg lebih luas.
5. Film terakhir komposer handal James Horner.
6. Kabin yg ditempati Jack Horne juga digunakan dalam film True Grit (2010), di mana Cogburn menghajar suku Indian di balkon.
7. Tom Sizemore sempst dipertimbangkan untuk peran Jack Horne.
8. Pertempuran Antietam di mana Goodnight Robichaux mendapat julukannya "Malaikat Kematian" terjadi 17 tahun sebelum Pertempuran Rose Creek.
9. Original cast dari film The Magnificent Seven terdahulu, Robert Vaughn meninggal beberapa minggu setelah film premiere di Amerika.
10. Chris Pratt sedang berada di lokasi film ini ketika filmnya Jurrasic World sedang berjaya di jajaran film-film box office. Pratt mengatakan setiap pagi Denzel Washington sering meledeknya di lokasi,"Ini dia lelaki 100 juta dolar kita", begitu seterusnya setiap pagi sesuai update terbaru sampai,"Ini dia lelaki 500 juta dolar kita."
11. Menurut sutradara Antoine Fuqua, Martin Sensmeier memenangkan peran Red Harvest karena dia datang ke audisi dengan rambut rapih dan panjang sampai lutut. Dia lupa memberitahu Sensmeier bahwa rambutnya itu yg jadi selling-point. Ketika Sensmeier muncul di lokasi syuting dengan rambut yg sudah dipotong pendek, Fuqua sempat marah. Tapi kemudian dia terpikir potongan rambut ala mohawk.
12. Di akhir film, karakter yg diperankan Ethan Hawke berkata pada Billy Rocks,"Mari saya beritahu sesuatu yg pernah dikatakan ayah saya," diam dan melanjutkan,"well, banyak hal yg dikatakan ayahku." Bob Dylan mengatakan kalimat yg persis sama dalam acceptance speech Grammy Awards-nya.
Dari kubu villain ada wajah-wajah lama seperti Peter Sarsgaard dan Cam Gigandet. Saya juga nggak ngerti kenapa dua aktor yg sebenarnya baby-face dan innocent-face ini dijadikan villains. Kurang cocok aja rasanya. Gigandet yg kerap didapuk jadi anak baik-baik atau tokoh protagonis seperti yg saya saksikan di In The Blood (2014) dan Priest (2011) tampil jadi tokoh licik orang kepercayaan Bogue (McCann). Agak kurang meyakinkan. Sedang Peter Sarsgaard, setiap lihat dia kok saya tidak bisa tidak ingat dengan penampilan sesaatnya sebagai remaja baik-baik salah satu korban pembunuhan dalam film debut layar lebarnya, Dead Man Walking (1995). Padahal itu film puluhan tahun yg lalu dan setelah itu saya sering lihat dia dalam banyak film lainnya, tapi entah kenapa tokoh Walter Delacroix yg paling 'melekat' di ingatan. Ah, sayanya kali' aja yg nggak bisa move on. Heuheu...
Agak geli dan terheran-heran pula lihat tokoh jahat yg diperankan Peter Sarsgaard yg jadi penyebab semua kekacauan. Apa perlu dia tampil seperti pria dewasa pecandu opium yg kurang tidur dan tampak pilek sepanjang waktu untuk terlihat seperti gembong penjahat mengerikan? Really? Not too convincing, Mister. Pernah lihat peran-peran antagonis dan villains yg dibawakan Billy Drago, Peter Greene atau Christoph Waltz? Belum berkata-kata, baru lihat wajah dan senyum menyeringai mereka saja sudah cukup bikin bergidik ngeri. Padahal mereka tidak bersusah-payah tampak seperti sedang pilek, kurang tidur atau sikap dibuat-buat lainnya. No moustache, no beard to look scary. Itu baru sempurna dikatakan tokoh villain.
Anyway, Peter Sarsgaard sah-sah saja memerankan tokoh villain, untuk lawan satu-dua orang atau lebih, tapi nama para pemerannya pamornya paling tidak samalah dengan Sarsgaard. Kalau untuk begitu banyaknya tokoh pahlawan yg diperankan aktor-aktor besar seperti Washington, D'Onofrio, Hawke terasa kurang pas saja. Terkesan tidak seimbang (maksudnya bukan badan ya, tapi nama. Image). Bisa dimengerti tentu mereka tidak ingin karirnya terjebak peran-peran stereotype yg itu-itu saja. Sarsgaard dan Gigandet. Tapi bolehlah ya berandai-andai tokoh villain-nya minimal sekelas Christian Bale, Sean Penn, Robert Davi atau bahkan Vincent D'Onofrio sendiri. Sepertinya lebih meyakinkan. Itu pentolan gembongnya, nah tangan kanannya baru deh aktor-aktor seperti Peter Sarsgaard atau Cam Gigandet ini.
Yah, saya berandai-andai ataupun tidak berandai-andai juga tetap aja nggak jadi bintang film, tidak mengubah apapun. Jadi sekalian aja saya berandai-andai seakan-akan produser dan sutradara film. Main sutradara-sutradaraan. Yg penting jangan main presiden-presidenan. Nggak baek itu... 👻😁
Tokoh-tokoh utama dalam film ini diceritakan dekat satu sama lain. Salut untuk penulis skenario dan tim kreatif karena memperhatikan betul detail dan kesinambungan setiap scene. Dengan karakter Chisolm (Washington), semuanya terhubung. Penduduk kota karena butuh bantuan Chisolm Dkk, keenam pengikutnya juga patuh padanya sebagai pemimpin. Tapi di samping itu, di antara mereka pun ada yg akrab dan saling memperhatikan satu sama lain.
Pertama yg paling menonjol adalah Goodnight/Goody (Hawke) dan Rocks (Lee). Sejak awal perekrutan, mereka memang sudah bersama. Terlihat sangat dekat layaknya kakak dan adik. Bisa disaksikam dalam berbagai scenes. Ketika Goody tidak sanggup menarik pelatuk untuk menembak McCann (Gigandet) karena post war syndrome yg dideritanya, sebelum Faraday (Pratt) mempermalukan Goody, Rocks buru-buru mengambil senapan kawannya, memeriksa peluru dan berkata senapannya macet. Dia paham betul kegalauan Goody. Senjata baru dikembalikan saat mereka hanya berdua saja. Kedua saat Goody mengatakan pada Chisolm bahwa dia mengundurkan diri, Rocks yg sedih tampak minim-minum sendirian di bar. Dan di saat-saat terakhir pertempuran, Rocks masih menyebut "Goody." Diperlihatkan bagaimana ia memandang botol minuman sahabatnya.
Kedua adalah keakraban yg perlahan terjalin antara Horne (D'Onofrio) dan Red Harvest (Sensmeier). Sejak kebersamaan mereka, Sensmeier paling sering menggoda Horne (becandaan ala laki-laki), Horne pun sering membalas dengan ledekan. Ketika ia mati, jasadnya dibawa Harvest dengan cara meletakkan di atas kuda dan menuntun kuda menuju Chisolm. Dari raut wajah, jelas sekali kesedihannya. Horne dibunuh oleh Indian pihak Bogue, Denali (Jonathan Joss). Denali dihabisi oleh Harvest.
Ketiga, keakraban antara Orang Meksiko Vasquez (Manuel Garcia-Rulfo) dan Faraday. Berbeda dengan lainnya, awalnya mereka tidak saling suka. Faraday sering menyebut Vasquez "Texico" dan Vasquez sering menyebut Faraday "gero"-anak kecil tampan, sebutan yg dibenci Faraday karena ia menganggap dirinya pria besar tangguh. Ketika pertempuran besar terjadi, banyak scenes menampilkan seberapa sering Vasquez melindungi Faraday dengan tembakan-tembakannya. Ketika salah satu dari mereka mati, satunya yg ditanyai Chisolm.
Faraday yg di awal film harus berhadapan dengan dua bersaudara dungu Dicky (Walker Babington) dan Earl (Thomas Blake Jr), memainkan trik kartu Jack Bermata Satu. Dengan cara itu, ia berhasil lolos dari aksi penembakan terhadap dirinya, menembak mati Dicky tapi melepaskan Earl yg hanya terluka di telinga. Di akhir film ketika ia terpojok saat berhadapan dengan regu tembak Bogue di mana Earl juga ada di sana, sebelum meledakkan dinamit, dia berkata,"aku selalu beruntung dengan Jack Bermata Satu." Kartu itu ada di saku rompinya. Saat merampas amunisi di pertengahan film, Faraday juga yg berkata,"sudah lama saya memang ingin meledakkan sesuatu."
Tidak lupa Emma Cullen (Haley Benett). Suami tercinta si cantik berambut pirang strawberry ditembak mati oleh Bogue di depan gereja. Pada akhir film, dia yg membunuh Bogue, di dalam gereja. Dan di nisan para martir, disematkan apa yg identik dengan mereka semasa hidup.
Secara keseluruhan, saya suka film ini. Dari dulu film koboi favorit saya nggak pernah nambah, hanya dua. Tombstone dan Lonesome Dove. Itupun Lonesome Dove itu mini series teve, kurang tepat dikatakan film layar lebar. Sekarang jadi nambah satu : The Magnificent Seven. Mostly karena casts, tidak ada adegan mesum (PG-13, sebuah tantangan untuk film western bisa absen dari adegan-adegan dewasa tapi tetap laris) dan itu tadi, detail dan kesinambungan ceritanya yg terbaik. Andai bukan karena casts-nya, filmnya lumayan saja. Pilihan ras dalam kelompok ini juga sempurna betul. Mewakili afro-America, Latino, kaukasia, Asia dan Suku Indian mengingat ketujuh tokoh dalam film original-nya kesemuanya kaukasia (kulit putih).
Satu hal yg mengecewakan adalah akhir film yg anti klimaks. Ada empat dari tujuh tokoh utama yg mati. Well, kalau nggak satupun yg mati juga tidak terlihat realistis, tapi empat yo kebanyakan. Hiks. Walaupun pengen, saya tidak bisa cerita tentang film terdahulunya sebagai pembanding karena belum pernah nonton full. Tapi theme song dari film versi asli itu diperdengarkan di akhir film remake ini. Sampai di sini dulu. See you, Wassalam.
Komentar
Posting Komentar